Breaking News

Inilah Analisis Penyebab Banjir Bandang di Manado

Manado porak-poranda pascabanjir bandang Rabu (15/1/2014), pemandangan pagi mobil bertumpuk, berada di atas mobil lain, sampah berserakan dan lumpur tebal di jalanan. Berikut analisis penyebab banjir bandang Manado - FOTO MARCHAUDY TANGEL/TRIBUNMANADO.CO.ID



ROBERTUSSENJA.COM
- Hari ketiga semenjak banjir bandang, Manado tetap saja heboh. Tadi sore Taufik Tumbelaka pria yang dikenal sebagai pengamat pemerintahan di Sulut menghubungi penulis melalui ponselnya. Ia menyayangkan peristiwa hari ini, Jumat (17/1/2014). Ia bercerita bahwa sekitar pukul 15.30 Wita, jalanan kacau setelah isu tsunami. Jalan satu arah dari Jalan 17 Agustus ke Jalan Samrat dilanggar, harusnya hanya boleh ke bawah tapi ini kata Tumbelaka semua kendaraan pada naik.

"Saya penasaran lalu saya turun, ternyata isu tsunami, wah jalanan kacau ada motor mobil nekat naik padahal satu arah, ada yang jalan di trotoar, mobil seenaknya motong jalan pergi di lokasi tinggi," jelasnya. Setelah kepanikan beberapa saat ia kaget karena banyak toko-toko tutup. Bahkan bank swasta besar memutuskan tutup karena karyawannya takut tsunami.

"Inikan gila, padahal tak ada peringatan resmi tsunami. Saya tak perlu sebut nama bank tapi jelas itu merugikan konsumen. Harus ada edukasi soal tsunami, dan bank tersebut terbukti tak ada SOP (standard operational procedure) kalau ada tsunami," katanya. Akhirnya setelah isu tsunami semua toko dan bank di kawasan Boulevard tutup. Melalui sambungan telepon Tumbelaka menjelaskan sampai polisi menggunakan mobil berpengeras suara menyampaikan pada masyarakat bahwa tidak ada isu tsunami.

"Sekarang jalanan sepi benar-benar sepi di Boulevard. Masyarakat perlu diberikan edukasi," jelasnya sekitar pukul 16.00 Wita. Ia menambahkan awalnya isu tsunami muncul ketika ada truk yang terperosok di jembatan penghubung Manado Town Square (Mantos) dengan Megamas di kawasan Boulevard. Menurutnya trus yang terperosok adalah ham wajar karena truk molen besar yang lewat dan mungkin jembatan sudah dimakan usia sehingga trus ambles dan sebabkan jembatan tersebut nyaris putus. Dari peristiwa tersebut lalu warga teriak-teriak tsunami dan terjadi kekacauan ini.

"Sekali lagi warga harus diberi edukasi terutama kantor pelayanan publik jangan sampai merugikan masyarakat," jelasnya.

Penasaran dengan kondisi Kota Manado dan tertarik dengan cerita Taufik Tumbelaka penulis bersama istri dan anak mencoba melihat kondisi pusat kota bersepeda motor. Ternyata Kota Manado tak ubahnya bekas medan perang. Porak-poranda, rata-rata di depan rumah banyak lumpur, sofa kotor, peralatan rumah tangga yang berserakan penuh debu dan jalan licin karena lumpur di aspal.

Penulis juga sempat lihat kondisi Jembatan Boulevard yang putus. Hingga malam tadi sekitar pukul 20.00 Wita jalan memang sudah ditutup, banyak masyarakat yang penasaran dan melihat putusnya jembatan termasuk saya. Truk molen yang terperosok sudah dievakuasi dan menimbulkan lubang besar yang menganga. Lokasi tersebut biasanya padat dengan kendaraan, bisa dibilang tiap sore pasti dan malam pasti macet, namun malam tadi tidak. Jalanan lengan namun banyak masyarakat yang memilih menggunakan sepeda motor atau jalan kaki untuk melihat.

Ombak dan angin pantai memang tak seperti biasa kencang dan ganas. Hanya sebentar melihat dan memutuskan kembali ke rumah. Pulang ke rumah sepanjang perjalanan disuguhi dengan pemandangan yang memprihatinkan depan rumah becek penuh lumpur dan berbagai perkakas rumah tangga yang rusak. Jangan lupa debu tebal menganggu penglihatan saat melewati jalan-jalan di pusat Kota Manado.

Jadi ingat cerita teman sehari pascabanjir. Manado benar-benar porak-poranda setelah banjir bandang Rabu (15/1/2014). Sehari setelahnya pada Kamis (16/1/2014) Pusat Kota Manado sudah bisa dilewati meski jalan dipenuhi lumpur tebal. Namun ada satu hal yang berbeda, pemandangan pagi itu di sekitar Kantor Wali Kota Manado, banyak mobil dalam posisi porak-poranda dan bertumpuk.

Jemmy Sumilat seorang karyawan Tribun Manado menceritakan perjalanannya saat itu dari rumahnya di Pakowa Lingkungan I menuju Kantor Tribun Manado, Jalan AA Maramis, Kairagi II, Mapanget.

Saat banjir Rabu (15/1/2014) rumah Jemmy yang lokasi rumahnya terhitung di dataran lebih tinggi terendam banjir hingga 40 cm. Padahal tahun sebelumnya banjir tak sampai ke rumahnya. Namun pagi tadi sudah surut menyisakan sampah dan lumpur.

Jemmy melewati Wanea lalu ke Jalan Samrat menuju Bumi Beringin, lalu lewati lampu merah Toar, turun dan melalui Lapangan Tikala, Balaikota, Jalan Sudirman, Martadinata, Yos Sudarso lalu sampai kantor.

Menurut Jemmy semua bisa dilewati namun banyak tumpukan sampah dan lumpur. Lumpur paling banyak di Tikala paling tebal 10 cm.

"Mobil bertumpuk di daerah Sparta Tikala Kantor Wali Kota Manado. Ada juga mobil di jalan balai kota yang sebelumnya parkir di pinggir naik ke trotoar. Mobil yg terkena banjir di luar mulus dalamnya penuh lumpur mobilnya bersih karena baru saja hujan turun," jelas dia.

Jemmy melanjutkan ada juga mobil yang nungging, moncongnya masuk ke lubang trotoar.

Menurutnya ini banjir paling parah dibandingkan tahun lalu. "Ini tinggi air dua kali lipat dari sebelumnya, biasanya ga sampai di rumah saya ini air sampai masuk," katanya.

Ia menjelaskan ada 3 asrama yang di Wanea tenggelam, antara lain Asrama Polisi Militer, Asrama Denzipur dan Asrama Sapta Marga 9 tinggi air lebih dari satu meter. Sungai di Pakowa Wanea yang berkelok-kelok dengan lebar 4-5 meter, nampak lurus dengan lebarnya menjadi 5 kali lipat dari sebelumnya.


Kenapa Manado bisa Banjir Bandang?

Pertanyaan yang juga ditanyakan teman-teman saya di Jawa. Sesaat saya bingung menjawab. Banjir kali ini memang berbeda dengan tahun sebelumnya. Banjir kali ini disebut-sebut paling parah. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Samrat Manado merilis, saat ini curah hujan tinggi bahkan diramalkan sejak banjir bandang curah hujan cenderung meningkat. Diperkirakan banjir bisa meluas. Hal ini yang membuat masyarakat masih was-was.

Terkait kondisi banjir, bukan hanya Jemmy yang mengalami banjir padahal tahun sebelumnya tak mengalami banjir. Rizal seorang warga Malendeng bertahun-tahun tak pernah rumahnya kebanjiran baru kali ini kebanjiran. Ia menuding banyaknya bukit-bukit yang dipotong (diratakan) untuk dbuat bangunan menjadi penyebab banjir.

Warga lainnya, Mercy Taroreh. Melalui akun Kompasiana Mercy mencoba membandingkan kondisi Manado saat ia kecil dan saat ini. Melalui tulisannya tersebut ia bahkan mengutip editorial Metro TV dengan judul Pertobatan Ekologi. Kota Manado merupakan daerah perbukitan, diapit oleh beberapa gunung, sangat dekat dengan pantai, berdampingan dengan Filipina yang sering bercuaca buruk. Pembangunan di daerah yang berkarakter unik seperti ini seharusnya benar-benar memperhatikan analisis dampak lingkungan. Pembangunan harus dipikirkan secara detail dampaknya terhadap lingkungan.

Mercy pun mencoba menganalisis banjir bandang di Manado. "Hujan deras selama beberapa hari disertai angin dan badai,menjadi penyebab utama banjir. Apakah baru kali ini hujan lebat berhari-hari terjadi di Manado? Tidak, dulu-dulu juga sudah seperti ini. Tapi kenapa baru sekarang banjir besar itu terjadi?" Tulis dia. Menurut Mercy karena daerah serapan makin berkurang. Ia pun  mencoba melakukan pengamatan.

Pengamatan pertama dari lingkungan ia tinggal, Kompleks Balitka Kaiwatu-Kairagi Dua Manado, Jemaat Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) Kinamang dulunya hanya 4 kolom sekarang jadi 8 kolom, dua kali lipat naiknya, daerah-daerah yang dulunya ditanami kelapa, pala, tome-tome, namu-namu dan beberapa pohon lainnya (dulu ketika anak-anak, Mercy sering bersepeda bersama teman di daerah2 ini), sekarang menurutnya berubah menjadi perumahan.

Tercatat ada 3 perumahan baru di seputaran kompleks Mercy, itu sebabnya anggota jemaat jadi bertambah 2 kali lipat, ini baru dikompleks dia. Kalau mau ke arah bandara, lebih banyak lagi areal perumahannya, karena mungkin menurut tata kota, kompleks Kairagi-Mapanget ditata menjadi daerah pemukiman. Daerah serapan berubah fungsi jadi pemukiman.

Pengamatan kedua, di seputaran Jembatan Kairagi sampai di GMIM Solagratia, dulu daerah ini dikelilingi bukit berpohon kelapa. "Kita dulu pang bajalan kaki, dalam hati berkata samua wilayah Manado Timur 3 ini kita so jelajahi, kurang itu bukit-bukit kita pe kaki belum injak, namun sekarang tidak ada lagi pohon dan tidak ada lagi bukit, yang ada tanah rata yang tandus, yang diatasnya berdiri ruko-ruko," tulisnya.

Pengamatan ketiga Mercy di daerah ringroad. Ia mempertanyakan kenapa lahan-lahan di kiri kanan ringroad, tanamannya ditebang, bukit diratakan, dan didirikan bangunan megah seperti kompleks ruko, Perumahan Citra Land yang perumahan orang berduit di kota ini.


"Ketika ekosistem diganggu dia pun akan bereaksi. Merusak ekosistem selama 4 tahun, dan ekosistem itu segera bereaksi hanya dengan 1 jam hujan deras, banjir bandang langsung datang dan memakan korban manusia. Sebuah harga mahal yang harus dibayar penduduk kota ini, hanya untuk memenuhi ambisi petinggi daerah menjadikan Manado Kota Bisnis di bibir pasifik, demikian kata dosen Ekologi Dasar saya. Tapi adakah yang salah dengan ambisi pemerintah kita? Saya pikir tidak ada yang salah, tapi cara memenuhi ambisi itu belum tepat, ada langkah yang belum diperhatikan dengan baik, Analisis Dampak Lingkungan," pungkasnya.(*)

4 comments:

  1. Mas Dab, supaya analisanya lebih mantap. Coba ditanyakan kepada narasumbernya:
    1. Berapa luas daerah tangkapan air sebelum pembangunan perumahan dibandingkan setelahnya. Sehingga mendasari pemikiran beliau untuk bisa mengklaim banjir yang lalu merupakan bencana ekologi.
    2. Kalau bisa dicari tahu pula, bagaimana efek pendangkalan danau tondano terhadap daya tampungnya. Karena banjir yang lalu merupakan efek kiriman air dari Tondano, bukan?
    3. Apakah bisa dicari tahu manajemen pintu air di bendungan Tanggari? Hal ini berkaitan dengan kecepatan air untuk mencapai kota Manado. Banyak pemberitaan menyebutkan, bahwa banjir datang secara tiba-tiba. Ketidaksiapan warga manado terhadap datangnya banjir, menyebabkan kerugian besar, baik materi maupun korban jiwa yang terjadi di Manado saat ini.

    Demikian saran saya Mas dab. Bagaimana menurut mas Robert sendiri?

    ReplyDelete
  2. Saran yang bagus mas Valen, semoga bisa ditindaklanjuti. Analisis sdri Mercy Taroreh ternyata juga mirip dengan analisis dari Pakar Lingkungan Hidup Universitas Sam Ratulangi, Veronica Kumurur, mengatakan banjir besar yang melanda Manado disebabkan berubahnya topografi Manado.

    Menurutnya, banyak kawasan yang mestinya menjadi serapan intensitas hujan, berubah menjadi pemukiman dan hutan ditebang.

    "Banyak bentang alam sudah ditebang padahal topografi demikian sistem drainase alami. Kawasan tangkapan air di kota Manado. Gunung ditebang, diganti pemukiman, industri dan lain-lain," ujar Veronica dalam acara diskusi bertajuk 'Bencana Kita' di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (18/1/2014).

    Akibatnya, kata dia, air hujan langsung mengalir dengan cepat ke sungai sementara debit air tidak bisa ditanpung sungai sehingga meluap.

    Di Manado, Veronica mengatakan terdapat beberapa sungai yakni empat sungai besar dan 8-10 sungai kecil.

    Banjir yang terjadi kali ini di Manado diakui Veronica banjir terbesar yang pernah dilihatnya.


    Sumber Berita: http://manado.tribunnews.com/2014/01/18/pakar-lingkungan-topografi-manado-berubah-menjadi-pemukiman-dan-industri

    Untuk mencari data secara lengkap memang butuh waktu dan usaha. Dan tulisan ini sebenarnya hanya awal saja, apakah analisisnya benar? Hanya ahli yang bisa membuktikan namun diharapkan bisa menjadi awal dan mendapat respon dari pemerintah setempat.

    Terkait saran, jelas diterima dan bagus untuk dikembangkan. Salam buat keluarga mas Valent.

    ReplyDelete
  3. Bencana yg di alami oleh masyarakat kota manado juga tidak luput dari kesalahan pemerintah...bagaimana tidak..ini di karenakan masyarakat kota manado khususnya yg berada di daerah DAS..tidak menerima informasi akan di bukanya bendungan Tanggari...meskinya pemerintah sudah bisa menginformasikan kepada masyarakat utk supaya segara mengantisipasi dan lebih waspada agar dapat meminimalisir dan segera dapat mengungsi...tapi pada buktinya banyak masyarakat yg korban baik materi maupun nyawa akibat ketidak becusan pemerintah dalam menangani ini semua...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih responnya. Kalau informasi ini benar berarti bisa menjadi catatan dan evaluasi agar ke depan tak terulang.

      Namun baru saja dapat informasi katanya dari petugas bendungan Tondano.

      Isinya derikut ini: Dibukanya bendungan Tondano tak pengaruh pada banjir di Manado. Jika bendungan Tanggari II dibuka, baru timbul potensi Manado banjir. Karena itu merupakan bendungan terakhir yang menampung air dari Tondano, Rurukan dan Gunung Makawemben. Bendungan Tondano dibuka untuk pemeliharaan dan untuk menambah daya listrik dua bendungan di bawahnya yakni Tanggari I dan Tanggari II. Hingga saat ini Senin (20/1), debit air di bendungan Tondano normal.

      Terlepas mana yang benar hal ini harus menjadi bahan evaluasi, setiap keputusan yang menyangkut keselamatan orang banyak harus dipikirkan secara bijak. Bila benar asal dibuka tak menutup kemungkinan bisa dibawa ke ranah hukum.

      Catatan saya, saat ini paling penting Manado harus bangkit dan dipikirkan lokasi yang aman untuk warga yang langganan banjir. Salam dan terima kasih.

      Delete