Breaking News

Tayangan National Geographic yang Membuatku Ternganga

Oleh : Robertus Rimawan


Don't Tell My Mother - Indonesia
Istimewa - Diego Bunuel
ROBERTUSSENJA.COM - Tidur pagi ternyata tak sia-sia, penganut faham (hehe) insomniasisme seperti saya selalu kebingungan ketika tak bisa tidur, apa yang harus dilakukan untuk membuang waktu. Pekerja malam sebagai editor di website menuntut diri tak memiliki pola tidur normal seperti banyak orang. Namun tadi pagi sekitar pukul 05.00 Wita, Selasa (21/2/2012) di kos teman baru 'ngeh' kalau ada tayangan yang berbobot di National Geographic.

Beberapa kali melihat cuplikan acara bernama 'Don't Tell My Mother' agak memicingkan mata. Wah pasti tayangan abal-abal, sebuah tayangan acara konyol, dari judulnya meski kreatif tapi cenderung konyol.

Ternyata salah besar, perkiraanku keliru, bahkan penilaianku skala 1-10, acara ini berada di angka 9,5. Mendekati sempurna, ya, karena banyak hal yang saya dapatkan di acara 'Don't Tell My Mother - Indonesia'.

Beberapa petualangan si pembawa acara Diego Bunuel orang Perancis yang berwajah mirip pemeran film Gladiator tersebut membuatku terpana. Ada beberapa kota yang dijelajahi dan satu di antaranya Yogyakarta. Tanah kelahiranku, notabene sejak kecil di sana dan semua pelosok Yogya ibaratnya sudah aku jelajahi, ternyata ada sebuah tempat unik yang saya sendiri tak tahu. Hadeuh, malu-maluin padahal perdikatku wartawan hehe.

It's ok, menjadi poin tersendiri bagiku, ternyata aku belum mengenal Yogyakarta dengan baik.

Tayangan dimulai dari Aceh, pembawa acara sengaja ikut Polisi Moral Aceh yang sedang melakukan patroli untuk menegakkan Hukum Syariah yang diterapkan di provinsi yang dikenal sebagai Serambi Mekkah tersebut. Beberapa hal unik muncul misalnya saat dilakukan razia di lokasi yang diduga sering digunakan untuk perilaku mesum, ditangkap beberapa orang yang melakukan pelanggaran. Petinggi polisi moral langsung membawa dan mendata, nantinya akan diberlakukan hukuman sesuai dengan aturan seperti hukum cambuk di depan umum.

Istimewa - Acara Diego Bunuel yang awalnya kukira konyol hmmmmm ternyata sangat bermanfaat.

Razia lainnya tempat jualan makanan, sesuai aturan tempat jualan harus memiliki penerangan yang baik, sehingga tak potensial terjadi tindak kejahatan maupun perilaku tidak senonoh. Akhirnya tempat tersebut diberikan surat peringatan, namun para pembeli tiba-tiba kabur tanpa membayar. Pemilik warung yang sebagian besar usia belasan tahun marah dan hampir mengamuk karena gara-gara razia tersebut ia merugi.

"Kami ini yatim piatu, orangtua kami meninggal karena bencana tsunami, gara-gara razia semua pembeli pergi dan belum bayar, bagaimana kami bisa hidup, ini cara kami untuk bertahan hidup," ujar remaja belasan tahun yang mengelola warung tersebut.

Akhirnya polisi moral di Aceh memanggil bala bantuan mengantisipasi keributan. Warung digeledah dan ternyata ditemukan sebuah botol alkohol, beberapa remaja pengelola warung akhirnya dibawa ke kantor polisi.

"Mereka melakukan beberapa pelanggaran sesuai Hukum Syariah dilarang menjual belikan atau mengonsumsi alkohol," ujar petugas.

Seorang petugas menyampaikan razia ini dilakukan untuk menegakkan Hukum Syariah di Aceh. Saat ini tradisi tata dan etika di Aceh sesuai tuntunan Agama Islam menurutnya mulai luntur.

"Banyak anak dan remaja kehilangan orangtuanya karena bencana tsunami sehingga aturan-aturan moral yang seharusnya bisa diajarkan turun menurun seolah terputus," jelasnya.

Aturan misalnya sesuai Syariah Islam soal perjodohan, tak boleh berpergian berdua, calon pria ketika menyukai seorang wanita datang menemui orangtua si calon dan bilang pada orangtuanya. "Pria hanya boleh melihat wajah dan tangannya saja, ini yang mulai luntur, sehingga perlu dilakukan razia," katanya.

Usai berpetualang di Aceh si pembawa acara membawa ke Kota Gudeg, kota kelahiranku di Yogyakarta. Tiba-tiba ia berada di sebuah salon kecil. Si pembawa acara dipangkas rambutnya oleh pengelola salon yang memiliki muka 'unik'. Setiap orang pasti akan menyatakan pemilik salon adalah seorang waria. Terlihat beberapa bentuk wajah bekas operasi 'murahan' yang tak sempurna bertujuan untuk mengubah wajah yang terlihat maskulin menjadi kewanita-wanitaan, ya pemilik salon adalah seorang waria.

Salon yang bernama Ariyani, mungkin sama dengan pemilik salon yang saat memangkas rambut mengenakan gaun warna merah selaras dengan jilbab warna sama yang dikenakan.

"Ini bukan salon sembarangan ini salon yang khusus," ujar pembawa acara.

Lalu ia bicara pada pemilik salon menggunakan bahasa Inggris, pemilik salon mengetahui arti pembicaraan namun menjawab dengan Bahasa Indonesia khas dialek Jawa terlihat 'medok'.

"Iya ini sudah saatnya sholat," ujar pemilik salon.

Ia kemudian beranjak ke depan dan mencopot plang bertulis Salon Ariyani menjadi mesjid.

Wow........hmmmmmmmmmm aku kaget!!!! suer.

Mesjid? Ya sebuah mesjid khusus.

Ternyata tak hanya Ariyani ada beberapa orang yang sama dengannya. ya mereka adalah warga transeksual yang akhirnya memilih mengubah sebuah ruang kecil lokasi bekerja untuk beribadah.

"Kami harus tetap sembahyang, kami memilih lokasi sendiri karena tak semua masyarakat bisa menerima kami," ujarnya.

Pemikiran sederhana tak diterima di masyarakat bukan berarti menyerah, mereka beribadah dan beriman pada Tuhan dengan cara yang mereka mampu.

Saat ditanya oleh pembawa acara bagaimana memutuskan untuk berada di depan atau di belakang saat sholat bagaimana melakukannya, karena pria tidak wanita juga bukan. Seorang waria menjawab, kami sesuaikan dengan hati kami, kami nyaman sebagai wanita akhirnya kami memilih di belakang dan berdoa menggunakan mukena.

Luar biasa, terbuka mata saya ada hal ini di Yogyakarta yang dikenal dengan keragaman dari ras maupun agama, dan dikenal pula mampu menjaga kerukunan antar umatnya.

Dari Yogyakarta pembawa acara membawa ke sebuah tempat mewah, ia berenang di kolam renang mewah, sangat mewah.

"Anda tahu saya berada di mana? Mungkin anda mengira saya berada di hotel bintang lima, tapi sebenarnya saya berada di sebuah kawasan pemakaman terbesar di dunia," ujarnya.

Ia berada di San Diego Hills kawasan pemakaman elite dan mahal. Diego Bunuel bahkan ditemui langsung oleh Suziany Japardy, Managing Director San Diego Hills dan juga President Lippo Land Club yang datang menggunakan helikopter.

Kawasan pemakaman elite menawarkan konsep yang luar biasa, pemakaman mahal dan elite dengan biaya mulai harga makam 80 - 20.000 US dollar per meter persegi.

Di kawasan ini ada hotel, ada restoran Italia, kolam renang dan lokasi yang nyaman. Konsepnya sambil menjenguk makam keluarga sekaligus untuk beristirahat dan bersantai.

Usai dari pemakaman elite, orang Perancis ini langsung membawa ke Kalimantan untuk memotret keprihatinan akan nasib orang utan yang diburu manusia dan mulai punah. Ia bersama petugas dinas kehutanan setempat dan lembaga nirlaba penyelamat orang utan menyusuri beberapa lokasi. Diego bertemu dengan Karmele sudah beberapa tahun Karmele, seorang dokter hewan berusaha merawat orang utan yang diburu warga.

Karmele mengaku jengah dengan orang utan ynag diburu dan dibunuh induknya untuk dikonsumsi sementara anaknya dijual secara ilegal. Tim berhasil menemukan tiga anak orang utan. satu ditemukan dengan kondisi mengenaskan tinggal kulit dan tulang. Karmele tak percaya dengan pengakuan warga yang merawat anak orang utan yang mengatakan orang utan tersebut ditemukan di hutan, ia yakin induk orang utan dibunuh dan anaknya diambil.

"Anak orang utan sekecil ini tak bisa lepas dari induknya, umurnya sekitar 1,5 hingga 2 tahun," kata Karmele.

Dua anak orang utan lainnya dijemput dilokasi yang lebih terpencil, tim harus membawa mobil menggunakan kapal menyeberangi pulau. Anak orang utan dirawat di kandang oleh pengelola pertambangan, yang mengaku kedua anak orang utan dikasih oleh warga setempat. pengelola pertambangan tersebut mengaku harus membayar 50 US dollar. Hal ini yang tak disukai Karmele, dengan membayar ini menjadi pemicu bagi warga untuk memburu orang utan dan menjualnya.

Karmele terlihat kecewa dan akhirnya keluar dari ruangan. Saat penyerahan orang utan, Karmele kembali kecewa, karena banyak media yang meliput dan seoralh menjadikan si pengelola pertambangan bak seorang pahlawan yang menemukan orang utan dan menyerahkan untuk dirawat oleh pihak berwenang.

Kepada Diego Bunuel ia kemudian bilang, peristiwa ini terjadi karena warga kekurangan dari sisi ekonomi. Alam dirusak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, seperti penebangan hutan hingga penambangan. "Solusinya bagaimana hidup selaras dengan alam dan alam akan memberikan nilai ekonomi untuk masyarakat, dan untuk kasus orang utan di Kalimantan kami belum menemukan cara tepat," kata Karmele.

Diego teringat dengan kalimat yang disampaikan Karmele, ia kemudian mengajak ke lokasi di mana warga masyarakat hidup selaras dengan alam dan mendapatkan keuntungan secara ekonomi darinya.

"Saya ajak anda ke Jawa Timur, di sebuah perkebunan kopi," katanya.

Akhirnya tim sampai di perkebunan kopi, dan di sana ada ratusan hektar kebun kopi sekaligus hutan yang asri. Ya perkebunan yang memroduksi kopi luwak. Luwak yang memakan kopi akan mengeluarkan kotoran biji kopi dan itu berharga mahal. Biji kopi yang tak bisa dicerna oleh luwak dikeluarkan, kopi kotoran luwak ini memiliki aroma yang khas yang enak sehingga harganya mahal.

"Ini kopinya hmmmm enak sekali, saya diberi sedikit karena mahal hehe. Sebuah contoh bagaimana hidup selaras dengan alam dan bisa mendapatkan nilai secara ekonomi," katanya. Di lokasi tersebut alam harus dijaga baik, karena luwak harus dirawat dan harus aman ketika berada di alam bebas.

Wow, menonton sekitar dua jam acara ini serasa melintasi pulau dan waktu, banyak hal yang dipelajari mulai dari keimanan pada Tuhan yang Maha Esa dan kecintaan pada pertiwi. Bila ada kesempatan aku pasti akan menonton 'Don;t Tell My Mother', tayangan yang awalnya kukira konyol, ternyata......sangat bermanfaat. (*)

2 comments:

  1. bagiaman selaras dengan alam? pertanyaan mudah jawaban juga mudah, jadi yang sulit adalah.....?

    ReplyDelete
  2. Pertanyaannya, yang sulit adalah?

    ReplyDelete