Breaking News

Begini 51 Imigran di Manado Kabur Lewat Terowongan

Oleh : Robertus Rimawan


Penghuni Rudenim Manado

Sebelum Pelarian
- WN Afganistan : 74 orang.
- WN Iran     : 15 orang.
Foto Robertus Rimawan
- WN Irak     :   3 orang.
- WN Filipina      : 76 orang.
- WN Hongkong     :  1 orang.
- WN Nepal     :  1 orang.

Setelah Pelarian
- WN Afganistan : 24 orang.
- WN Iran     : 14 orang.
- WN Irak     :   3 orang.
- WN Filipina      : 76 orang.
- WN Hongkong     :  1 orang.
- WN Nepal     :  1 orang.

Sumber Rudenim Manado.

ROBERTUSSENJA.COM
- Tak ada sedikitpun keraguan muncul dibenak Oce Talus SH, Pelaksana Tugas Kepala Kantor Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Manado untuk masuk kerja. Ia sangat bersemangat untuk melaksanakan tugas di hari pertama untuk menggantikan sementara Herbert Sihombing Nababan, Kepala Kantor Rumah Detensi Imigrasi yang sedang cuti. Namun di hari pertama tugasnya ia justru kecolongan. Sebanyak 51 deteni atau imigran gelap asal Afganistan dan Iran kabur dari Rudenim Manado, Sabtu (5/5/2012).
Foto Robertus Rimawan - Ini lubang masuk yang dibuat di kamar nomor 9

Foto Robertus Rimawan - Lubang masuk yang dibuat dengan kipas angin sebagai penyuplai udara.
Layaknya adegan film tahanan melarikan, sebanyak 50 pencari suaka asal Afganistan dan 1 dari Iran ini kabur dengan cara membuat terowongan yang jaraknya berkisar antara 8 hingga 15 meter di bawah tanah. Terowongan dibuat dari kamar paling belakang sesuai arah bangunan terletak dipojok kanan dengan nomor kamar 9. Diperkirakan para imigran kabur antara Jumat (4/5) pukul 23.30 Wita hingga Sabtu (5/5) pukul 05.00 Wita, karena petugas mengetahui penghuni tak berada di lokasi pada pukul 05.30 Wita.
Foto Robertus Rimawan - Tanah galian dimasukkan ke dalam plastik dan ditata di rak pakaian.

"Sesuai protap kami periksa deteni jam sebelas malam masih lengkap dan pada setengah enam pagi ada deteni yang mengatakan pada petugas bahwa para imigran telah kabur," jelasnya. Kontan petugas gempar dengan peristiwa tersebut, Oce kemudian memerintahkan untuk mengecek seluruh ruangan, dan benar ditemukan sebuah terowongan bawah tanah, terowongan tersebut bahkan melewati pondasi bangunan rudenim tingkat dua yang dalamnya 2,5 meter.
Foto Robertus Rimawan - Begini tanah-tanah dikemas kemudian dibungkus koran, seolah-olah pakaian.

Terowongan hanya cukup untuk satu orang, meski para imigran yang berusia rata-rata 30 tahun dengan usia termuda 16 tahun dan tertua 65 tahun berbadan besar dan tegap, mereka seolah tak takut dengan terowongan yang sempit. Bahkan hujan deras yang sempat mengguyur saat subuh atau Sabtu dini hari tak mengecilkan nyali mereka, kekhawatiran tanah akan longsor dan menimbun mereka hidup-hidup tak dipedulikan.
Foto Robertsu Rimawan - Baju kotor yang dipakai 51 imigran gelap ditemukan di sekitar lubang keluar. Ada juga satu senter berdaya baterai yang bisa dipasang di kepala sebagai penerang saat melarikan diri.

Para imigran meninggalkan jejak beberapa pakaian yang kotor dengan tanah becek yang menempel, lalu ada satu lampu senter dengan daya baterai yang bisa dipasang di kepala. Benda-benda tersebut ditinggal di sekitar jalan keluar. Mereka bahkan telah membawa pakaian ganti yang dibungkus plastik agar tak kotor dan nanti ketika berhasil keluar, tak ada orang yang curiga karena pakaian mereka bersih.
Foto Robertus Rimawan - Terowongan keluar berada di bibir jurang belakan Rudenim Manado.

Oce pucat, detak jantung berdegup kencang, ia mengaku tak menyangka dengan kejadian tersebut. Di hari pertama tugasnya sebagai kepala kantor rudenim para penghuni lari. Ia mengakui apa yang dilakukan oleh para imigran tergolong rapi, diperkirakan para imigran menggunakan peralatan sendok maupun piring untuk menggali tanah dan membuat terowongan. Lalu muncul pertanyaan, kemana tanah-tanah tersebut dibuang? Para imigran membungkus tanah-tanah tersebut dengan plastik ukuran 20 kilogram kemudian dibentuk kotak-kotak dan dibungkus kertas koran. Tanah-tanah tersebut ditata di rak-rak tempat menyimpan pakaian kemudian rak-rak tersebut ditutupi dengan sarung.

Di dalam kamar tempat terowongan dibuat, ditemukan pula tongkat besi semacam linggis dengan diameter ukuran pipa kecil peralon namun berujung tumpul. Benda tersebut diduga digunakan oleh para imigran untuk memecahkan keramik. Sedangkan lapisan semen di bawah keramik tak terlalu tebal sehingga dengan mudah bisa ditembus uleh tongkat besi tersebut. Selain itu jenis tanah gembur dengan kelembaban tinggi sehingga mudah untuk digali.
Foto Robertus Rimawan - Lubang keluar 51 imigran gelap asal Afganistan dan Iran.


Di samping terowongan ada kamar mandi, terlihat di tembok kamar mandi beberapa bekas tangan penggali. Bercak-bercak lumpur menempel saat para penggali membersihkan diri. Ada kemungkinan tanah yang digali selain ditaruh dalam ratusan tas plastik juga dibuang di dalam toilet.

Sementara lubang yang dibuat ditutup dengan triplek kemudian ditaruh di atasnya ditumpuk kasur-kasur lantai sehingga petugas tak memperhatikan. Sebenarnya petugas sudah mencium gelagat yang aneh, karena setiap menuju kamar nomor 9 dan akan menghitung jumlah penghuni, para imigran bergerombol di depan kamar dan seolah-olah melarang petugas untuk masuk. Hal tersebut telah dilakukan sekitar tiga hari sebelum pelarian tersebut dilakukan.
Foto Robertus Rimawan - Ini lubang keluar terowongan.

Sebanyak 8 kamera CCTV yang dipasang di sekitar rudenim, satupun tak berhasil menangkap moment pelarian. Terowongan tembus ke jurang di belakang pagar bangunan, sementara kamera CCTV dipasang menempel di gedung berada di dalam pagar.

Bukan hanya Oce yang pucat dengan peristiwa tersebut, Kepala Divisi Imigrasi Kantor Kementerian Hukum dan HAM Kanwil Sulut, Hardy Kamaruddin SH juga tampak gelisah. Rudenim merupakan satu bagian dari divisi imigrasi dan berada di bawah tanggung jawabnya. "Status mereka pencari suaka mereka lari dari negaranya yang bergolak, dari Afganistan dari iran, irak tujuan bukan ke Indonesia tapi Australia, mereka ditangkap di Jawa, Lampung, dan berbagai tempat lain," jelasnya.
Foto Robertus Rimawan - Sebanyak 8 kamera CCTV tak berhasil merekam aksi pelarian.

Ia bahkan langsung menindaklanjuti peristiwa tersebut dengan berkoordinasi dengan Polda Sulut yang bersama petugas rudenim bergerak ke titik-titik yang diperkirakan menjadi lokasi untuk melarikan diri. Hardy membantah tudingan perlakuan dan fasilitas atau makanan yang diberikan pada para imigran tak layak, karena untuk pemenuhan kebutuhan dasar sudah ada organisasi di bawah PBB yang mengurusi hal tersebut.

"Seperti apapun pelayanannya, sebagus apapun kami memfasilitasi juga makan dan minum mereka tetap berusaha untuk melarikan diri dan menuju ke Australia, karena sebagian dari mereka ada keluarga atau temannya yang sudah menetap di Australia. Selama ini Australia masih menerima para pencari suaka. Mereka ini ada yang milisi, polisi, militer, dokter atau guru," katanya.

Hardy kemudian membandingkan dengan fasilitas makanan yang disediakan bila di lembaga pemasyarakatan mungkin per hari hanya dipatok Rp 15 ribu, untuk para imigran ini per hari dijatah Rp 40 ribu yang dibiayai oleh organisasi-organisasi di bawah PBB. "Bedanya kalau para deteni asal Filipina makanan sudah ada petugas yang memasak, sementara untuk pelarian asal Afganistan atau Iran mereka ingin masak sendiri. Ada dapur mereka bisa menggunakan fasilitas dapur, pernah ada petugas yang masak namun tak dimakan karena menu yang diberikan tak sesuai dengan selera, jadi hanya bahan-bahan kami siapkan," katanya.

Over Kapasitas

Dugaan lain, alasan para imigran untuk melarikan diri adalah kapasitas yang berlebih di tiap kamar. Menurut Hardy, Rudenim di Manado yang berukuran sekitar 1500 meter persegi hanya untuk 110 imigran namun sesuai catatan sebelum pelarian ada 170 imigran yang berada di dalam. tiap kamar idealnya diisi 5-6 orang namun saat itu diisi sekitar 10 hingga 15 imigran.

"Hari ini (kemarin) rencananya mereka akan kami ajak ke laut untuk membuang stres, tapi mereka justru keburu kabur," imbuhnya. Selain itu ruangan yang sempit di rudenim juga menambah keinginan para imigran untuk melarikan diri. Di dalam kawasan rudenim hanya ada satu ruangan terbuka yang digunakan untuk lapangan voli. Biasanya lapangan itu juga digunakan untuk berbagai aktivitas seperti senam, latihan bela diri atau dipasang peralatan tenis meja untuk membuang kejenuhan.

Rudenim di Manado sangat jauh bila dibandingkan dengan Rudenim Tanjung Pinang yang berkapasitas 600 orang dengan luas puluhan hektar. Di sana tiap blok memiliki fasilitas olah raga yang memadai.

Putus asa bila nanti dikembalikan ke negara asal juga menjadi alasan para imigran. Menurut Hardy tidak semua imigran mendapatkan persetujuan dan berstatus suaka. Para pencari suaka ini harus melewati lembaga penelitian intensif boleh dibilang setengah dari jumlah yang ditangkap belum tentu masuk atau disetujui oleh pemerintah Australia.

Setelah peristiwa tersebut Hardy mengaku akan memperketat pengawasan, bila sebelumnya hanya menghitung penghuni, kini dan selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan di kamar-kamar imigran, jangan sampai kembali kecolongan. Ia menilai dari sisi pegawai masih cukup total ada 41 orang, 31 pegawai tetap sementara sisanya honorer. Sedangkan untuk pengawas dari 41 orang tersebut ada 10 orang yang dibagi tugas dalam dua shift yaitu siang dan malam. siang pukul 08.00 - 19.00 Wita, sebaliknya shit malam dari pukul 19.00-08.00 Wita.

No comments