Breaking News

Tradisi Katolik Thailand, Umat Antre Mengaku Dosa di Pemakaman

Foto Pastur Liberius Sihombing - Umat Katolik antre mengaku dosa di sebuah pemakaman.


ROBERTUSSENJA.COM - SEBUAH foto menarik perhatian. Tampak beberapa pastur di balik sekat menerimakan pengakuan dosa atau pertobatan bagi umat Katolik. Di belakangnya, tampak antrean panjang para umat yang yang berjajar rapi menunggu giliran untuk mengaku dosa. Awalnya mungkin itu hal yang biasa karena tradisi pertobatan juga dilakukan oleh umat Katolik di seluruh dunia, namun uniknya hal tersebut dilakukan di ruang terbuka yang berlokasi di sebuah pemakaman. Muncul pertanyaan, apa yang terjadi? Peristiwa ini tentu tak pernah dilihat di Indonesia.

Tradisi tersebut diabadikan dalam sebuah foto oleh Pastur Liberius Sihombing OFMCap, seorang Imam ordo Kapusin dari Keuskupan Agung Medan Sumatera Utara, sekarang berdomisili di Thailand dan bertugas sebagai misionaris. Melalui wawancara elektronik bersama penulis, Minggu (4/11), Pastur Liberius yang telah bertugas selama lima tahun di Negeri Gajah Putih itu menceritakan foto yang ia ambil di kompleks pemakaman Katedral Thare Provinsi Sakon Nakhon, Thailand. Ia berharap tradisi ini bisa memberikan inspirasi bagi umat Katolik tentang pentingnya pengakuan dosa.

Thare adalah sebuah kampung besar dan ramai di mana penduduknya mayoritas Katolik. Karena besarnya kampung ini dan kuatnya tradisi Kekatolikan akhirnya katedral yang dulunya bertempat di Provinsi Nakon Pathom yakni perbatasan Laos, dipindahkan ke Thare jaraknya sekitar 70 km. Padahal Thare itu bukanlah ibukota provinsi dan bukan pula ibukota kabupaten. Malahan belumlah setingkat kecamatan. Namanya masih Tambon atau di sini disebut kelurahan. Tapi nama kelurahan ini menjadi terkenal terutama di kalangan Katolik Thailand justru karena letak katedral ada di sana dan mayoritas penduduknya Katolik.

Ia mengisahkan Sabtu (3/11) sekitar jam 6 pagi waktu setempat, Pastur Liberius ikut misa untuk arwah umat beriman yang sudah meninggal di Pemakaman Katedral Thare-Thailand. Misa untuk arwah yang orang sudah meninggal ini merupakan tradisi gereja universal yang sangat asli. Peringatannya jatuh setiap tanggal 2 November tiap tahun, persis satu hari setelah Hari Raya Semua Orang Kudus yang jatuh pada 1 November.  Perayaan ini dalam kalender liturgi persisnya disebut Peringatan Arwah Orang Beriman yang Sudah Meninggal.

"Sebenarnya misa arwah umat beriman bukan hanya berlaku di Thailand tetapi di seluruh gereja sedunia, maka berlaku juga di seluruh Gereja Katolik Thailand bahkan di Indonesia. Kita harus tetap berpegang pada tanggal 2 November itu sebagai dasarnya. Tetapi di beberapa tempat  di Thailand sengaja digeser ke hari lain, misalnya Sabtu supaya tidak merepotkan untuk tugas-tugas harian masyarakat, misalnya sekolah atau perkantoran," ujarnya.

Ketika diminta untuk membandingkan kebiasaan prosesi seperti ini antara Indonesia dengan Thailand, Pastur Liberius mengaku tidaklah mudah, karena berbeda kultur dan kebiasaan. Selain itu menurutnya, seluruh gereja di Indonesia juga tidak selalu sama karena perbedaan kebiasaan setempat juga. "Yang bisa secara jelas saya amati adalah, bahwa di Indonesia, terutama di Keuskupan Agung Medan dari mana saya berasal, budaya misa di pekuburan pada bulan November belum pernah saya temukan. Mungkin saja acara misa di gereja tertentu ada, tetapi tidak semeriah dan sebagus di sini (Thailand)," jelasnya.

Tradisi tersebut akhirnya dilaksanakan pada Sabtu menyesuaikan hari libur sekolah dan perkantoran di Thailand. Sehingga setiap anggota keluarga yang berada di luar daerah bisa mudik berkumpul dengan keluarga besarnya di pemakaman leluhur mereka.

Menurutnya, sepanjang malam sebelum misa, para keluarga dari orang meninggal itu sudah berkumpul di pemakaman 'berjaga-jaga' sambil berdoa sekaligus menantikan acara misa di pagi harinya. Komplek pemakaman bahkan menjadi sangat ramai dan terang benderang. "Tempat pemakaman yang biasa diidentikkan dengan tempat yang menakutkan, sekarang berubah seperti tempat wisata yang dijejali penjual lilin, bunga-bungaan dan tak ketinggalan penjual benda-benda rohani," katanya.

Satu jam sebelum misa, sejumlah imam sudah siap di bilik pengakuan dosa, seperti yang tampak dalam foto. Bilik atau lebih tepatnya sekat, ditempatkan di sebuah sudut pemakaman untuk memudahkan umat mengaku dosa sebelum ikut serta dalam Perayaan Ekaristi. Tujuannya agar perayaan peringatan itu semakin bermakna bagi jiwa-jiwa mereka yang sudah meninggal dan juga demi kekudusan mereka yang masih hidup.

"Barangkali tradisi Kekatolikan yang sangat asli ini bisa kita pikirkan di keuskupan-keuskupan kita di Indonesia. Dimana ada perayaan-perayaan besar, hendaknya disediakan tempat-tempat untuk pengakuan dosa juga dan diminta kesediaan imam-imam untuk melayani sakramen itu. Dengan demikian, sakramen tobat bisa terpilihara dengan baik," ujar Pastur Liberius yang juga menulis sekilas prosesi pertobatan ini di fun page Facebook Gereja Katolik.

Seusai misa, para imam yang jumlahnya puluhan orang menyebar mericiki makam-makam tersebut, yang dimulai oleh Bapa Uskup mereciki makam para imam dan suster yang juga dimakamkan di sekitar panti imam.

Acara pengakuan dosa di pemakaman, sebenarnya bukan hal baru dan aneh di Gereja Katolik Thailand. Menurutnya budaya mengaku dosa di sini sangat tinggi, hal tersebut sudah menjadi suatu kebiasaan. Setiap hari minggu minimal setengah jam sebelum misa, seorang imam sudah akan siap sedia di bilik pengakuan menanti umat yang akan mengaku dosa. Terkadang imam yang akan memimpin misa itu sendiri yang menerima pengakuan sebelum misa, atau seorang imam lain yang kebetulan tidak sedang bertugas.

Ia mengisahkan, dalam perayaan-perayaan lain juga sama halnya. Pesta tahbisan, pesta kaul biara, pesta pelindung gereja dan pesta-pesta lain yang melibatkan banyak umat beriman, selalu disediakan tempat-tempat untuk pengakuan dosa.  "Karena sejak dari dulu sudah diajarkan pentingnya pengakuan dosa sebelum menyambut komuni, maka orang Thailand biasanya tidak akan maju menyambut komuni kalau ia rasa dirinya belum mengakukan dosa yang diperbuatnya. Maka jangan heran jika di bilik pengakuan Anda akan mendengar kata ini: ‘Bapa, pengakuan dosa saya yang terakhir adalah hari minggu yang lalu. Dosa yang saya perbuat selama seminggu ini adalah……’ Ini pertanda bahwa pengakuan dosa sudah mendarah daging di kalangan orang Thailand hingga mereka merasakan suatu kewajiban mengakukannya agar pantas menerima komuni," imbuhnya.

Makna yang ingin mereka capai dari pengakuan dosa itu adalah supaya umat dilepaskan dari dosa-dosa  yang menghalangi untuk menerima sakramen-sakramen terutama ekaristi. Jadi orang Thailand tidak akan menyambut komuni bila merasa telah berbuat dosa dan belum mengaku dosa. Maka tak heran sering tampak bahwa di gereja (Thailand) ada banyak umat tetapi yang menyambut hanya setengah dari yang hadir. Bisa diduga bahwa mereka terhalang untuk menyambut komuni, entah karena perkawinan yang bermasalah, atau karena belum diterima resmi menjadi Katolik atau juga karena dosa lain tetapi belum diakukan di bilik pengakuan. Tetapi sebagian sangat rajin mengaku dosa, rutin tiap minggu.

"Di satu sisi, pertanyaan untuk hal ini bisa kita ajukan: ‘apakah mereka tidak mau bertobat, sehingga tiap minggu haru mengaku dosa?’ Untuk hal ini, saya kira pantas kita tiru teladan para Bapa Paus, termasuk almarhum Paus Yohanes Paulus II yang sekali seminggu rutin mengku dosa. Walaupun beliau seorang paus tetapi tetap merasa diri berdosa dan tidak pantas. Hal yang sama juga diperbuat para kudus, mereka mengaku dosa sesering mungkin demi kesucian hidup mereka," katanya. (robertus rimawan)

No comments