Breaking News

Rahasia Mengelola Keuangan untuk Pasangan Muda

Pasangan muda biasanya masih bingung cara mengelola keuangan yang baik, padahal ada langkah tepat untuk keluar dari masalah ini. Artikel di bawah ini mengupas lengkap bagaimana mengelola keuangan secara ideal - ILUSTRASI FOTO SHUTTERSTOCK

ROBERTUSSENJA.COM - Menimang buah hati masih menjadi keinginan mayoritas pasangan suami‑isteri yang menikah. Kehadiran anak, bahkan, dianggap sebagai penanda kesempurnaan sebuah rumahtangga. Sayangnya, keluarga muda kerap lupa bahwa dengan kehadiran anak berarti ada tanggung jawab finansial lebih yang harus dipersiapkan, mulai dari pemenuhan kebutuhan primer hingga kebutuhan pendidikan di masa yang akan datang.

Kalau keluarga muda tak memiliki kesadaran finansial, bukan tak mungkin justru kebutuhan anak menjadi telantar. Anda tentu tak ingin hal ini menimpa pada sang buah hati bukan? Karena itu, ketika anak  pertama mulai hadir dalam keluarga muda, mereka mesti menilik neraca keuangan.

Perencana keuangan dari Taatadana Consulting Felicia Imansyah mengatakan, awal pernikahan merupakan masa penting pembangunan pondasi keuangan keluarga untuk masa yang akan datang. Sebab, makin lama kebutuhan keluarga akan semakin kompleks dengan bertambahnya anak, usia, dan kebutuhan hidup. "Karena itu, keluarga muda harus hemat dan cermat sejak awal berkeluarga," kata perempuan yang biasa disapa Lici ini.

Perencana keuangan dari Fin‑Ally Financial Planning and Consulting Pandji Harsanto mengoreksi kebiasaan tidak baik yang dilakukan keluarga muda ketika mendapatkan anak pertama, yakni membeli kebutuhan untuk sang buah hati secara berlebihan. Sebut saja, membeli pakaian dan perlengkapan bayi hingga menumpuk. Padahal, masa pertumbuhan yang cukup pesat pada usia bawah lima tahun (balita) menyebabkan sandang tak akan dipakai dalam waktu yang lama.

Saran Pandji, sebaiknya keluarga membeli keperluan bayi secukupnya saja. "Kalau dapat pinjaman stroller dari saudara misalnya, tidak perlu malu memakainya. Atau, bisa menyewa saja perlengkapan bayi," kata Pandji. Kekeliruan yang dilakukan keluarga muda tersebut biasa terjadi karena saking senangnya mendapatkan momongan.

Pos‑pos Penting
Alih‑alih memboroskan uang untuk keperluan yang bersifat sementara, para perencana keuangan menyarankan agar keluarga segera melengkapi pos‑pos kebutuhan yang bertalian dengan kepentingan anak. Nah, berikut ini beberapa pos yang harus segera dialokasikan:

Menambah Dana Darurat

Sebelum melebarkan sayap dengan membeli proteksi atau berinvestasi, keluarga wajib memiliki dana darurat. Dana darurat ini bertujuan untuk kas cadangan jika sewaktu‑waktu sumber pendapatan terganggu.

Perencana keuangan mengatakan ketika keluarga muda belum memiliki anak, dana darurat bisa dicadangkan tiga hingga enam kali dari total pengeluaran bulanan. Jadi, semisal pengeluaran bulanan Rp 7 juta maka dana darurat yang mesti terkumpul Rp 21 juta ‑ Rp 42 juta.

Namun, ketika sang buah hati mulai melengkapi hidup keluarga Anda, dana darurat harus segera diinjeksi lebih banyak menjadi enam hingga sembilan kali. Masih dengan contoh yang sama, yakni pengeluaran bulanan Rp 7 juta, maka dana darurat yang harus dipenuhi adalah Rp 42 juta ‑ Rp 63 juta.

Pandji memaklumi pemenuhan dana darurat sebanyak sembilan kali tak akan mudah bagi semua keluarga muda. Solusi dia, pada permulaan bisa dikumpulkan 30% dari sembilan kali dana darurat dulu. Atau, jika melanjutkan contoh dia atas, dana darurat yang harus dipenuhi di awal sebesar Rp 18,9 juta.

Nah, sambil jalan, keluarga muda bisa memenuhi porsi yang disarankan tersebut. Dengan modal 30% dari dana darurat sudah terpenuhi saja, keluarga muda bisa menginjak pada pos selanjutnya, yakni membeli asuransi jiwa.

Catatan Lici, dana darurat harus likuid alias mudah dicairkan. Karena itu, cara mengatur keuangan keluarga menyarankan dana ditempatkan di tabungan, deposito, logam mulia, atau reksadana pasar uang.

Membeli Asuransi Jiwa
Ketika mulai memiliki anak, sebaiknya keluarga membeli asuransi jiwa. Asuransi jiwa ini  bertujuan untuk melindungi risiko finansial si pencari nafkah dalam keluarga. Dengan harapan, jika terjadi sesuatu pada pencari nafkah yang menyebabkan sumber pendapatan macet, ada asuransi yang bisa menggantikan fungsi tersebut.

Uang pertanggungan asuransi bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup si anak hingga dewasa. Saran Lici, keluarga harus menghitung benar proyeksi kebutuhan anak hingga dewasa. Besaran uang pertanggungan (UP) yang diinginkan tersebut akan mempengaruhi berapa besar premi yang mesti dialokasikan. Sebab, besar‑kecil premi ini tentu akan menggerus pemasukan bulanan keluarga.

Jika kondisinya suami maupun isteri bekerja, apakah perlu masing‑masing membeli asuransi jiwa? Perencana keuangan dari Fahima Advisory Fauziah Arsiyanti bilang, tergantung fungsi dari masing‑masing gaji. Bila gaji suami dan isteri menjadi sumber pokok pemenuhan kebutuhan keluarga, masing‑masing wajib membeli asuransi jiwa. Sebaliknya, jika salah satu gaji tidak menopang pemasukan keluarga secara signifikan, pemilik gaji tidak perlu membeli asuransi jiwa.

Pandji menambahkan, bahkan bisa saja, baik suami maupun isteri, tak membeli asuransi jiwa. Dengan catatan, "Selama memutar roda ekonomi, ada passive income dari kepemilikan aset yang jumlahnya jauh lebih besar dari gaji bulanan," terang Pandji.

Selain asuransi jiwa, asuransi lain yang wajib ditambahkan adalah asuransi kesehatan bagi si buah hati. Rata‑rata perusahaan asuransi mensyaratkan minimal usia kepesertaan asuransi kesehatan adalah 30 hari. Sebaiknya, sejak usia tersebut anak dibelikan asuransi kesehatan. Saran perencana keuangan, keluarga bisa membeli asuransi kesehatan kumpulan. Dengan begitu, premi yang dibayar bisa lebih mini.

Investasi Pendidikan
Bukan cuma kebutuhan sandang atau pangan anak yang menyedot dana besar, tapi juga pendidikan. Perencana keuangan menyarankan, sejak anak hadir dalam hidup Anda, harus segera dibikin pos dana pendidikan. Lici bilang, investasi pendidikan bisa dibagi berdasar jenjang pendidikan, misal tingkat play group, TK, SD, SMP, SMU, dan perguruan tinggi.

Pemilihan keranjang investasi bisa disesuaikan dengan jenjang pendidikan tersebut. Makin jauh jenjang pendidikan yang akan dituju tentu pilihan keranjang investasi bisa makin agresif dengan harapan mendapat imbal hasil lebih besar. Pilihan produk investasinya, seperti logam mulia untuk jangka pendek, reksadana campuran untuk jangka menengah, dan reksadana saham untuk investasi jangka panjang.

Jika keluarga muda kesulitan memenuhi semua jenjang investasi pendidikan sekaligus, keluarga bisa mencicil dari pos investasi pendidikan terjauh dulu. Misal, dari berinvestasi untuk pendidikan di perguruan tinggi kemudian berkelanjutan hingga jenjang pendidikan terdekat. "Sebab dana investasi di jenjang pendidikan terjauh justru yang terkecil," kata Pandji.

Mengencangkan Ikat Pinggang
Penambahan ketiga pos pengeluaran yang harus dicadangkan tersebut tentu akan membengkakkan pengeluaran keluarga. Jika sumber pendapatan Anda tetap, artinya harus ada strategi yang harus dilakukan. Dengan tujuan, semua pos terpenuhi tapi kebutuhan pokok tak terganggu.

Pandji menawarkan tiga solusi. Pertama, mengurangi pengeluaran. Misal, saat belum punya anak, Anda dan pasangan punya hobi makan malam di restoran atau rekreasi, kebiasaan ini bisa dikurangi. Tilik ulang pengeluaran, seperti penggunaan telepon pascabayar atau kebutuhan hiburan, seperti berlangganan televisi berbayar.

Kedua, menurunkan kelas konsumsi. Taruh kata, Anda dan pasangan semula ke mana‑mana hampir selalu mengendarai mobil, padahal punya sepeda motor juga. Nah, apa salahnya mengganti kebiasaan dengan lebih sering mengendarai sepeda motor saja?

Ketiga, menghilangkan kebutuhan. Kalau kedua cara sebelumnya tak manjur juga menekan pengeluaran, sepertinya Anda dan pasangan harus rela menghilangkan beberapa kebutuhan. Misal, semula Anda  hobi mengoleksi sesuatu yang menguras uang, kini, itu bisa dihilangkan. Keputusan ini tentu menuntut keikhlasan. Ibarat pepatah, berakit‑rakit  ke hulu, berenang ke tepian. Prihatin dahulu, sejahtera kemudian.

Lima Kesalahan
Ahli keuangan berpendapat bahwa kita bisa saja membuat kesalahan dalam mengatur keuangan terutama pada kondisi tertentu. Salah satunya saat kita menjadi ibu. Sebagai seorang ibu, tentu saja Anda akan memprioritaskan anak dalam segala bentuk pengeluaran. Hal ini dapat menjebak Anda melakukan kesalahan dalam mengatur keuangan rumah tangga. Maka, kenalilah 5 kesalahan yang umum dilakukan oleh seorang ibu serta mulailah mengatur keuangan dengan lebih baik.

1. Lebih Pentingkan Dana Kuliah daripada Dana Pensiun
Sebagai orangtua Anda tentu ingin yang terbaik bagi anak‑anak. Termasuk mempersiapkannya sebaik mungkin dalam menghadapi dunia. Salah satu cara yang dianggap paling ideal dengan pendidikan yang layak. Tak ada yang membantah bahwa dana pendidikan memang sebaiknya disiapkan sejak dini. Tapi dalam mempersiapkan dana kuliah bukan berarti Anda juga lupa mempersiapkan dana hari tua Anda. Penting bagi Anda untuk tetap memikirkan kelanjutan hidup masa tua. Jangan berpikir ini adalah langkah egois. Orangtua dengan pensiun yang terencana justru memikirkan masa depan anak. Dengan begitu nantinya Anda tak akan memberatkan hidup anak.

2. Tidak Ikut Ambil Keputusan soal Keuangan
Banyak ibu yang hanya mengatur uang belanja dan pengeluaran sehari‑hari. Mereka tidak ikut memikirkan investasi dan rencana keuangan keluarga. Bila Anda salah satunya, mulai sekarang terlibatlah! Paling tidak ikut sumbang saran. Biasanya pemikiran strategis, taktis dan praktis seorang ibu yang sudah terlatih sehari‑hari dalam mengatur keuangan akan berguna.

3. Tidak Memberikan Uang Jajan
Anda mungkin berpikir adalah hal yang baik bagi anak tidak jajan. Karena jajan hanyalah pemborosan dan membuat anak menjadi konsumtif. Akan tetapi sedari dini anak harus belajar untuk bertransaksi dan mengetahui dengan pasti jumlah harus dikeluarkan untuk membeli hal yang dia suka. Uang jajan juga membantu anak belajar mengatur keuangan sekaligus belajar membatasi pengeluarannya. Yang penting Anda harus konsisten terhadap jumlah yang dikeluarkan perhari untuk anak.

4. Kompromi dengan Upah yang Lebih Rendah
Sebagai ibu terutama dengan anak yang masih kecil, Anda harus memiliki waktu dan bergerak dengan fleksibelitas yang tinggi. Biasanya, demi jam kerja yang fleksibel, ibu bekerja rela diupah atau mendapat bayaran lebih sedikit. Padahal ujung‑ujungnya, dengan penghasilan Anda pun tetap tak bisa menabung atau berinvestasi.

5. Malas Mengurus Rumah
Anda harus tetap mengurus rumah. Terutama keperluan anak sekolah seperti seragam, pakaian, sepatu hingga buku pelajaran. Bila Anda lalai, semua itu akan lebih cepat rusak. Ini berarti Anda harus mengeluarkan uang lagi untuk membeli yang baru. Keawetan sebuah barang juga bergantung pada perawatannya. Maka, merawat rumah dengan baik, juga merupakan cara berhemat. Tentu Anda tak perlu turun tangan langsung jika ada hal yang bisa didelegasikan pada asisten rumah tangga. Yang perlu Anda lakukan adalah tetap mengawasinya serta memastikan semua terawat dengan seharusnya.

Kesepakatan dengan Pasangan
Berikut adalah manajemen keuangan keluarga yang berlaku di masyarakat :

Keuangan keluarga diatur sepenuhnya oleh Ibu Rumah Tangga (istri), suami akan menyerahkan seluruh penghasilannya kepada istri untuk dikelola, dan biasanya suami hanya meminta `jatah' untuk keperluan pribadi sehari‑hari. Nah, buatlah kesepakatan dengan pasangan Anda siapa yang akan menjadi manajer keuangan rumah tangga.

Keuangan keluarga diatur sepenuhnya oleh Kepala Keluarga (Suami), istri hanya akan mendapatkan uang untuk belanja keperluan rumah tangga sehari‑hari

Keuangan keluarga diatur bersama, biasanya cara ini berlaku bagi suami istri bekerja dan pengaturan keuangan berlaku berdasarkan kesepakatan pos‑pos mana yang menjadi bagian suami dan pos‑pos mana yang menjadi bagian istri. Contoh, suami bertanggung jawab untuk membayar uang sekolah, tagihan listrik, air, cicilan mobil/motor dan sebagainya. Sedangkan istri bertanggung jawab untuk belanja kebutuhan hari‑hari.

Bila ingin membahas manajeman keuangan keluarga maka kita perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai sumber penghasilan yang diterima oleh keluarga, karena beda sumber penghasilan beda juga cara mengaturnya. Menurut sifatnya ada 2 jenis sumber penghasilan, yaitu sumber penghasilan yang bersifat tetap dan sumber penghasilan bersifat tidak tetap.

Sumber Penghasilan Tetap

Disebut tetap karena penghasilan yang diterima bersifat tetap, ada yang tetap dari sisi jumlah dan waktu, namun ada pula yang tetap hanya dari sisi waktu:

1. Tetap dalam jumlah dan waktu, artinya setiap bulan keluarga akan menerima penghasilan dengan jumlah yang sama dan waktu yang sama, contohnya seorang karyawan memiliki gaji Rp. 5 juta per bulan yang diterima setiap tanggal 25.

2. Tetap hanya dari sisi waktu, berarti penghasilan diterima setiap bulan di tanggal yang sama, namun besarnya penghasilan setiap bulan tidak sama. Biasanya ini berlaku untuk orang yang bekerja di marketing, yang penghasilannya dihitung berdasarkan komisi.

Sumber Penghasilan Tidak Tetap

Disebut tidak tetap karena besarnya penghasilan yang diterima tidak selalu sama dan waktu penerimaannya pun tidak dapat dipastikan. Contoh yang paling mudah untuk menggambarkan sumber penghasilan tidak tetap ini adalah wirausahawan atau kontraktor.
Untuk dapat menemukan cara mengatur keuangan keluarga berdasarkan sumber penghasilan maka ada baiknya kita mempelajari perilaku para manajer keuangan keluarga dalam mengatur keuangan keluarga yang ada saat ini :

Ada yang melakukan pencatatan pemasukan dan pengeluaran secara terperinci sehingga sang manajer keuangan dapat menghitung besarnya pengeluaran selama satu bulan dan dapat dievaluasi apakah ada pos‑pos pengeluaran yang sebenarnya tidak diperlukan.

Saat menerima gaji, ada yang langsung memisahkan sesuai pos‑pos pengeluaran, seperti untuk belanja keperluan sehari‑hari, untuk keperluan sekolah, untuk membayar tagihan listrik, air dan lain‑lain dan sisanya untuk keperluan tak terduga.

Ada juga yang tidak memiliki perencanaan matang, uang dikeluarkan sesuai kebutuhan saat itu, bila gaji tidak mencukupi sampai akhir bulan, maka dana tambahan dikeluarkan dari tabungan. Bila tidak memiliki tabungan, biasanya akan menggunakan kartu kredit.

Dengan alasan praktis tidak perlu membawa uang tunai dan bisa dibayar bulan depan, ada yang lebih senang bertransaksi dengan kartu kredit, dari pembayaran tagihan listrik, telepon hingga belanja bulanan dilakukan dengan kartu kredit. Tidak jarang saya jumpai ada yang memiliki banyak kartu kredit dari bank berbeda‑beda dan si pemilik sangat hafal dengan tanggal jatuh tempo masing‑masing, jadi penggunaan kartu disesuaikan dengan tanggal jatuh tempo

Ada yang mengumpulkan setiap struk belanja, kwitansi bayaran dan tagaihan dan kemudian direimburst kepada suami, kecuali untuk belanja ke pasar.

Untuk yang berwiraswasta, ada yang melakukan pemisahan keuangan usaha dengan keperluan pribadi/keluarga tapi ada pula yang tidak, semua keperluan langsung diambil dari dana usaha tersebut.  (Tribun Manado)

No comments