Breaking News

Walah, Wis Simbah-simbah Njaluk Sekolah


Oleh : Robertus Rimawan

Repro Robertus Rimawan _ Sampul filmnya.
ROBERTUSSENJA.COM - Sepanjang menonton film ini saya hanya terpana, bersungut sungut. Bahkan geleng-geleng kepala saja tampaknya belum cukup menggambarkan kekaguman saya akan tokoh inti di film tersebut, kok ada kisah seperti ini.

Geli, sedih, kagum, rasa tak percaya seperti mixed menjadi satu. Baz Bamigboye (Daily Mail) mengatakan,"Moves you in the most wonderfil way." Whoopi Goldberg menyatakan, "a great movie." Dan saya mengatakan," sebuah kisah luar biasa, tak akan lekang oleh waktu." Mungkin kalimat tersebut belum bisa mewakili pendapat akan film ini.

Judul, sengaja saya menggunakan judul Bahasa Jawa, alasannya bukan karena saya orang Jawa tapi dengan bahasa itu seolah penekanan akan rasa tidak percaya, janggal, dan aneh, terjadi. Walah, Wis Simbah-simbah Njaluk Sekolah (Duh, Sudah Kakek-kakek Masih Minta Sekolah), sebuah kisah nyata yang akhirnya mendunia dan diangkat ke layar lebar oleh Sony Pictures dengan durasi 109 menit.

Lagi bukan mengupas sebuah buku namun mengupas sebuah film yang memang layak untuk dibagikan dan rugi kalau tidak menonton.

Film berjudul The First Grader ini diperankan oleh Naomie Harris yang berperan sebagai seorang kepala sekolah tingkat sekolah dasar di Kenya. Ia berperan sebagai Jane Obinchu istri dari seorang konsultan perusahaan terkenal Charles Obinchu.

Tokoh inti film ini Kimani Ng'ang'a Maruge (84) yang diperankan sangat apik oleh Oliver Litondo. Film yang disutradarai oleh Justin Chadwick ini bahkan memenangkan Durban International Film Festival Audience Award dan Doha Tribeca Film Festival Grand Prize.

Cerita ini menggambarkan sikap patriotisme seorang warga Kenya yang menginginkan Kenya merdeka dari Koloni Inggris. Maruge lahir pada tahun 1920 dan meninggal pada tahun 2009, ia merasakan penyiksaan di selama beberapa tahun.

Di Kenya pada tahun 1953 terjadi peningkatan kekerasan melawan Koloni Inggris. Ribuan korban terbunuh dan lebih dari jutaan Suku Kikuyu ditahan di kemah penahanan dan Maruge satu di antaranya menjadi korban kekerasan serta penahanan. Konflik ini akhirnya menuju kemerdekaan tapi kasus kekerasan kebanyakan tidak pernah terpecahkan.

Di tiap adegan semua penuh kejutan, seperti koki yang mampu meramu masakan yang lezat Justin Chadwick bisa membuat mata tak lepas dari layar. Adegan-adegan disusun dengan penuh perhitungan sehingga tidak membosankan.

Kisah berawal dari penyiar radio, layaknya seorang narator mengumumkan adanya pendidikan bagus semua orang. “Masyarakatku pemerintah mengumumkan pendidikan untuk semua orang, yang mereka inginkan adalah agar kalian bangkit,” ujarnya lantang dan penuh semangat.

Scene berikutnya tentang kesibukan di sebuah sekolah dasar di saat pendaftaran. Jangan dibayangkan bangunan sekolah dengan jumlah guru yang memadai seperti kondisi di kota-kota besar di Indonesia, namun sebuah gedung sekolah dengan bangunan memprihatinkan. Pagar kawat berduri yang berkarat, serta halaman yang gersang tandus serta berdebu.

Saat pendaftaran ribuan anak dan orang tua berdesak-desakan, muncul seorang tua dengan menggunakan tongkat. Langkahnya pelan dan terpincang-pincang, Maruge sosok seorang lanjut usia, penuh keriput di wajah mencoba dekati kerumunan.

Maruge membawa selebaran berisi kampanye pemerintah yang bertuliskan pendidikan untuk semua. Jane Obinchu menemuinya bersama seorang guru laki-laki (Alfred).

Jane mengatakan bahwa pendidikan hanya untuk anak-anak bukan orang dewasa, namun Maruge menjawab, ia telah mendengar di radio. “Aku dengar di radio dengan telingaku sendiri, pendidikan untuk semua,” kata Maruge.

Sungguh hal yang luar biasa, ada seorang yang sudah dimakan usia namun memiliki semangat yang luar biasa untuk sekolah.

Alfred terlihat sangat menentang kehadiran Maruge untuk bergabung, ia kemudian mengatakan pada Jane.
Kita memiliki 200 murid dan hanya 50 meja, lihatlah. Kita tak bisa menghamburkan untuk orang tua yang bau tanah,” kata Alfred.

Ia kemudian menoleh ke Maruge.
Mana buku latihanmu? Kau memerlukannya.Dengan sebuah pensil tajam dengan karbon di ujungnya.
Itu peraturannya,” kata Alfred dengan nada tinggi.

Alfred berlalu, kemudian Jane berkata, “maaf kami tak bisa menerimamu.

Bukan Maruge kalau menyerah, pejuang ini di hari berikutnya datang membawa buku dan pensil. Kembali Alfred menunjukkan perilaku yang tak senang.

“Pulanglah aku tahu hidupmu sulit, Pulanglah dan istirahatlah selamanya (rest in peace),” kata Alfred jengkel.

Rest in peace? Tanya Maruge.
Namaku Kimani Ng'ang'a Maruge,” katanya.

Alfred langsung merespon.
Baiklah Kimani Ng'ang'a Maruge. Kami tak bisa menerima seseorang yang tidak mengenakan seragam.
Dan itu artinya sepatu sekolah juga. Dan kau tak punya uang untuk itu,” kata Alfred tegas.

Jane yang sebelumnya dipanggil Alfred mendekati Maruge, tatapan heran, seolah wajahnya penuh tanda Tanya besar
Kenapa orang setua kau ingin pergi sekolah?” Tanya Jane.

“Aku ingin belajar membaca,” jawab Maruge singkat.

Kami sudah memiliki banyak murid. Kuharap aku bisa membantu, maafkan saya,” kata Jane, ia kemudian masuk ke ruang sekolah.

Maruge yang berdiri di luar pagar langsung pulang dengan langkah cepat.

Di rumah ia membuka sebuah surat di kop surat ada lambang negara Kenya tertulis surat presiden. Surat ini menjadi satu motivasi besar Maruge. Ia yakin surat itu sangat penting dan berarti baginya dari Presiden Kenya, dan hanya dia yang boleh membacanya. Maka ia bertekad untuk belajar membaca agar mengetahui isi surat tersebut.

Jane yang pulang ke rumah ditemani suaminya Charles Obinchu.
Kau tahu orang tua yang aku ceritakan dia kembali lagi,” kata Jane pada suaminya..

Kuharap kau tak mengizinkannya masuk. Kenapa kau melawannya bila tak bisa menang dengan mencari tugas lebih?” kata Charles.

Charles kemudian mengajak istrinya agar bersedia tinggal di Nairobi, namun Jane menolak karena menurutnya anak-anak membutuhkan kehadirannya.

Adegan berikutnya menunjukkan Maruge menjual ayam, ia mendapatkan uangnya lalu membeli kemeja dan celana. Ia membeli baju bekas, dan di rumah celana bekas dipotong dan dijahit tangan oleh Maruge menjadi celana pendek.

Hmmmmmmmm sebelum nonton adegan ini, saya merasa geli membayangkan seorang kakek yang menggunakan seragam. Dan memang benar setelah melihat adegan ini tawa tak bisa ditahan seorang kakek-kakek memakai baju seragam bercelana pendek kaus kaki panjang dan sepatu, berjalan tertatih membawa tongkat.

Pijar wajahnya terlihat, dengan penuh semangat ia berjalan menuju sekolah.

Jane sedang menelepon Kipruto, pengawas sekolah yang ia pimpin. “Kami butuh tambahan lima meja, ada murid yang bahkan duduk di lantai. Mereka tak bisa belajar dengan kondisi seperti ini mister Kipruto,” katanya.

Tiba-tiba dating Alfred. “Apa yang harus kulakukan,” tanya Alfred pada Jane.


Lalu Jane menemui.
“Kau tidak mudah menyerahkan Maruge? Tanya Jane.

Alfred kepada Jane,”kau tidak bisa, kau bisa menyulitkanmu jika kau membiarkannya masuk.

Dia benar Maruge, apa yang harus kukatakan pada dewan pendidik? Apa yang akan kukatakan pada orangtua murid?” Ujar Jane pada Maruge.

Aku akan menjadi orang baik, aku akan bekerja keras,” kata Maruge

Alfred kemudian mengatakan,” jika Kipruto menemukan.....

Belum selesai Alfred bicara, Jane memotongnya.

Kipruto bukan pemimpinnya di sini, Alfred. Aku pemimpinnya. Biarkan dia masuk, aku membuat keputusan eksekutif. Biarkan Maruge masuk. Maruge selamat datang,” kata Jane.

Maruge tersenyum selayaknya taman cahaya, seolah di wajahnya memiliki pendar dan kilau yang terang. Wajahnya menunjukkan rasa senang yang tak terukur. Dengan langkah mantap dia masuk ke ruang sekolah.

Ketika Maruge masuk anak-anak tertawa.

Semua, kita ada murid baru hari ini. Namanya Maruge,” kata Jane pada anak-anak di kelas.

Seisi kelas mengatakan selamat datang pada Maruge, terdengar beberapa siswa tertawa cekikikan

Aku datang untuk belajar bersama kalian,” jelas Maruge.

Maruge mulai menulis, awalnya cara memegang pensil salah seperti memegang pisau, ia kemudian diajari cara memegang pensil dengan benar.
Senyum kebahagiaan terpancar. Matanya yang buram karena usia terlihat bercahaya. Layaknya seorang anak yang baru saja menerima pemberian sepeda baru untuk pertama kalinya wajahnya berseri-seri, sungguh.

Di buku catatan Jane menuliskan Nama Kimani N’gang’a Maruge, siswa nomor 207, berumur 84 tahun, perbedaan yang mencolok dengan siswa lainnya yang berusia 5 hingga 10 tahun.

Di jalan ia bertemu pria seumuran yang mengajaknya mabuk. Maruge menolak dan mengatakan pada mereka untuk diam karena dia anak sekolahan.


Di rumah maruge mencoba apa yg dipelajari sekolah untuk membuat huruf a kecil, lalu di luar rumahnya ada seseorang yang berteriak, kau sudah tua kenapa bersekolah.

Kemudian kilasan masa lalu tentang kekerasan yang dialami. Beberapa tentara kulit hitam didampingi tentara kulit putih memukuli kerabat dan saudara Maruge.

Di sekolah, pada jam istirahat di hari berikutnya, seorang siswi berkaki pincang mendatangi Maruge.

Apa kau sakit?” Tanya anak itu pada Maruge.

Oh tidak, aku tidak sakit, telingaku tidak begitu bagus,” jawab Maruge.

Saat aku dewasa nanti, aku akan menjadi dokter dan akan mengobatimu,” kata si anak.

Setelah mendengar perkataan anak kecil itu wajah Maruge menatap nanar. Terlihat kesedihan yang mendalam. Bayangan keluarganya muncul, anak perempuannya yang kecil, saat itu berada di ladang. Lalu tampak senyuman istrinya dengan deretan gigi putih sempurna.

Bunyi besi dipukul terdengar, tanda istirahat usai, anak itu menggandeng Maruge masuk kelas. Keduanya jalan pincang.
Di kelas Maruge menunjukkan perilaku aneh, ia ternyata trauma dengan pensil tajam. Di kamp penyiksaan sebuah pensil tajam dicucukkan ke telinga kananya. Hal tersebut menunjukkan kenapa ia memiliki pendengaran yang kurang.

Maruge pensil kamu tumpul, contoh apa yang kau berikan pada siswa segera serut dan jangan diulangi lagi,” kata Alfred.

Tampak raut muka takut ketika melihat pensilnya yang tumpul. Maruge kemudian berjalan pelan menuju tempat menyerut pensil.

Matanya sayu, ada sesuatu yang mengganggunya. Ia ragu untuk memasukkan ujung pensil ke serutan.

Ia berdiri lama, pelan-pelan pensil dimasukkan ke serutan pensil. Namun tak mampu, seolah menjadi kesulitan yang sangat besar untuk melakukannya.

Lalu muncul gambaran seorang tentara menyerut pensil. Pensil sangat tajam.

Jadi kau sekarang bisa mendengar dengan lebih baik,” kata seorang tentara berkulit putih.

Lalu pensil itu ditunjukkan. Pensil dengan serutan yang sangat tajam.

Kepala Maruge dipegang. Tentara kulit putih memberi pensil pada tentara kulit hitam. Kepala Maruge dipegang tentara lain, sementara tentara satunya mengarahkan ujung pensil yang tajam ke telinga maruge.
Ujung pensil yang tajam dicucukkan ke lubang telinga Maruge dengan cepat dan keras. Hentakan keras seperti memukul. Teriakan keras terdengar dari mulut Maruge muda.
Maruge berteriak sangat keras.

Kamau (seorang siswa) mendekat dan mencoba membantu namun tiba-tiba Maruge menyikut kamau
Kamau jatuh.

Jane memegang Maruge dan membawanya keluar.


Maruge diberi minum, Jane mengatakan mungkin ini bukan tempat Maruge, namun Maruge berjanji hal tersebut tak akan terjadi lagi.

Saat ditanya apa itu (menunjuk luka di wajah maruge).

Aku dulu di kemah (kamp penyiksaan),” kata Maruge.

Kamu seorang Mau Mau (pejuang)?

Maruge mengangguk dan bilang ya dengan mata berkaca-kaca.

Ceritakan apa yang terjadi di kelas Maruge,” kata Jane.

Namun ia diam, kemudian mengatakan akan menuju kelas untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Adegan selanjutnya kilasan tentang sebuah upacara. Ada seekor kambing yang siap disembelih.

Sebuah upacara mengambil sumpah setia untuk tanah dan kebebasan Kenya.

Orang-orang kulit putih tak akan menyiksa kita lagi. Mereka tak akan mengambil tanah kita dan membunuh keluarga kita lagi. Jika kulanggar sumpah ini. Biarkan aku dibunuh sumpah ini,” kata pemimpin upacara.

Usai sumpah muncul adegan yang menunjukkan segerombolan kulit hitam yang masuk ke rumah kulit putih. Mencuri senjata di dalamnya dan berlari. Ada yang ditembak tentara dan tewas.

Maruge muda satu di antaranya, ia berhasil lolos. Maruge menyembunyikan senjata curian tersebut di semak-semak. Adegan terpotong.


Adegan berikutnya, ada seorang siswi bertanya pada Maruge, tentang gelang timah yang ia kenakan di tangan kiri.

Maruge bilang ia seorang tahanan. Lalu ditanya apakah ia melakukan sesuatu yang salah?

Orang-orang kulit putih, Inggris mencuri tanah kita jadi mereka harus mengembalikannya. Mereka menyuruh kita diam, jadi kita berbicara dengan sangat keras,” kata Maruge.


Lalu murid lain bertanya, mereka mengembalikan?

“Dikembalikan kepada beberapa pada tahun 1963. Uhuru apa artinya uhuru? Freedom (kebebasan),” kata Maruge.

Lalu Maruge teriak freedom, anak-anak menirukan freedom. Ia meneriakkan uhuru, anak-anak juga mengikutinya.

Layaknya sebuah orasi unjuk rasa, Maruge berteriak lantang dan diikuti anak-anak.

Alfred dari kejauhan menyaksikan peristiwa aneh dan berbicara pada Jane. “Apa ini, tampaknya akan menjadi masalah bagi kita semua,” kata Alfred.



Adegan selanjutnya tentang penyiksaan, puluhan warga kulit hitam yang dianggap sebagai pemberontak ditelanjangi, dipukuli, disemprot air. Satu persatu dibawa di ruangan. Tampak seorang yang diikat dan digantung terbalik tak lain itu Maruge muda.

Tentara kulit putih bicara, dengar temanku kau tidak harus seperti ini. Batalkan sumpahmu dan kau boleh pulang.

Maruge hanya diam


Batalkan sumpahnya,” teriak tentara kulit putih tersebut.

Tentara itu kemudian bilang ‘again”.

Lalu tentara kulit hitam mencambuk Maruge. Dari punggungnya darah menetes basahi lantai membuat genangan seperti tetes air hujan di lantai, hanya saja kali ini berwarna merah.


Scene lain, tampak seorang yang memortret Maruge yang beraktivitas di SD dari kejauhan. Lalu terdengar seorang penyiar radio, bilang ada seorang pria tua datang ke sekolah.

Pria tua ke sekolah, sulit dipercaya,” katanya kemudian tertawa.


Kamau seorang siswa kembali salah menulis angka 5, sementara Maruge berhasil menyelesaikan tugas dengan baik.

Saat jam istirahat, ada seorang siswa yang memukul dan menendang temannya. Maruge datang menghampiri menghalau dan ganti memukul anak tersebut. Alfred dan Jane berusaha mencegah dan melerai kejadian tersebut.

Kipruto datang saat Jane dan Alfred menghalangi apa yg dilakukan Maruge.


Kipruto teriak, ”ada apa ini? Awalnya aku tak percaya ada wartawan yang telepon dan tanya ada seorang pria tua di sebuah sekolah dasarku. Siapa dia kenapa dia menggunakan seragam sekolah?

Terjadi perdebatan keras antara pengawas sekolah, Kipruto dengan kepala sekolah, Jane.

Dia tak bisa di sini,” kata Kipruto pada Jane.

Dia berjuang melawan Inggris dia disiksa di perkemahan,” kata Jane tak kalah lantang.

Tipe Kikuyu harusnya aku tahu,” kata Kipruto.

Kupikir kesukuan sudah berakhir,” balas Jane.

Ini tidak berhubungan dengan kesukuan. Ini terkait ketepatan penddidikan, seorang pria tua sepertinya tidak bisa berada di kelas yang penuh dengan anak-anak,” kata Kipruto. Ia kemudian berlalu dan mengajak jane agar berdebat di ruangan.

Sebelum Jane berlalu Maruge berteriak pada Jane. “Dia seorang Kalenjin (suku yang setia pada Inggris),” kata Maruge.

Maruge setelah merdeka kita semua orang Kenya,” jelas Jane.


Kalenjin itu setia,” kata Maruge

“Jadi keluargaku setia pada inggris? Inggris saat itu tak memberi pilihan kau lawan dia atau kau ikut dia, jika kau lawan dia mereka akan membunuhmu,” ujar Jane keras.

Maruge menjawab,”aku punya anak dua anak aku punya keluarga inggris membunuhnya. Kikuyu memilih dan kami membayarnya,” kata Maruge kemudian pergi.

Jane berusaha memperjuangkan hingga pusat. Di pusat bilang kalau membiarkan Maruge, sekolah akan dibanjiri orang-orang tua. Hal ini akan menjauhkan sumber-sumber berharga yang dibutuhkan untuk anak-anak.


Jane temui Maruge untuk minta maaf, Maruge harus pergi ke sekolah orang dewasa. Akhirnya Maruge pergi ke sekolah bagi orang dewasa, tapi ia tak bisa memahami. Ia pun kembali datang pada Jane,

Aku dulu bekerja di perkebunan dan peternakan kulit putih, itu kenapa aku menjadi pejuang. Aku memiliki surat itu alasan kenapa aku datang ke sekolah. Aku harus membacanya untuk diriku sendiri, tolonglah bantu saya membaca,” kata Maruge.

Jane kemudian telepon Kipruto namun tak diizinkan meski sudah meyakinkan dengan berbagai cara.
Pagi harinya saat Jane masuk kelas tampak anak-anak bersuka ria, berjoget dan bernyanyi melafalkan ABCDEF dengan nyanyian dipimpin oleh Maruge.

Semuanya silakan duduk aku datang untuk mengucapkan selamat tinggal. Kambing tak bisa membaca, tak bisa menulis namanya. Maukah menjadi seperti aku seorang pria tua tak lebih dari kambing,” kata Maruge pada anak-anak.

Saat itu Jane langsung menyahut.

Kau tahu kambing binatang paling pintar, dia tak pernah menyerah, kita bisa belajar banyak dari mereka. Aku punya pengumuman penting (Jane memgang tangan Maruge). Mulai sekarang, Maruge menjadi asistenku,” kata Jane tegas.

Anak-anak teriak kegirangan. Senyum mengembang terlihat dari wajah Maruge.

Hari selanjutnya datang mobil-mobil dari stasiun televisi internasional. jurnalis media cetak maupun elektronik kemudian berebut dan mencoba mewawancarai Maruge.

Jane menenangkan para jurnalis, “satu-satu bertanya, dia punya masalah pendengaran.

CNN Washington, kenapa kau tidak sekolah saat muda?” tanya seorang jurnalis.
Jane menjawab bahwa pada saat Maruge muda tak ada pendidikan gratis.

Apa motovasimu sekarang?” Lanjut jurnalis tersebut.

Kekuatannya adalah bolpen, untuk membaca dan mengerti itu sangat penting. Ini salah satu cara menghentikan kemiskinan di antara kita,” jawab Maruge.

BBC London, apakah pemerintah Kenya cukup dalam menangani pendidikan di negara ini?’ Tanya jurnalis lainnya.

Ini pendidikan gratis, untuk semua,” jawab Maruge.

Pagi harinya sebuah siaran terdengar. Seorang penyiar radio dengan lantang membicarakan Maruge.
Semua, dunia sudah gila. Maksudku lihatlah! New York Times, LA times, Kenya times, semua, BBC…..yang akhirnya bicara, Maruge, Maruge. Dan aku bahkan tidak berpikir membawa Maruge ke sekolah di umur 84 tahun!” Kata sang penyiar.

Kemudian muncul tayangan televise wawancara dengan Maruge, siaran televise tersebut menyebutkan banyak orangtua marah ketika Jane Obinchu membuka pintu bagi Maruge. Seharusnya sumber daya jangan disia-siakan untuk orang tua. Hal ini menjadi kontroversi di dunia pendidikan.


Adegan selanjutnya menunjukkan seorang orangtua murid ketika disapa marah menganggap Jane tak peduli pada anak-anak dan hanya peduli dengan dirinya sendiri. Hanya peduli pada wajah masuk koran dan memenuhi kantong dengan uang.
Jane dituduh telah menerima banyak uang dari pemberitaan tersebut.

Teganya kamu bilang seperti itu, semua anak penting bagiku termasuk anakmu. Sekarang minggirlah,” kata Jane dengan nada tinggi.


Scene berikutnya tentang suasan sekolah yang penuh dengan orangtua murid sedang melakukan protes.

Aku tahu kalian protes tapi banyak yang bisa kita pelajari dari Maruge. Dia banyak membantu dan bisa mengajari anak-anak,” kata Jane.

Ayah Kamau, Chege (ayah seorang siswa) menolak Maruge mengajar. “Aku tak ingin dia mengajari putraku. Siapa dia siapa dia,” kata Chege

Lagi-lagi Kipruto datang dan protes muncul perdebatan hingga masuk masalah kesukuan.

Adegan selanjutnya tentang gambaran masa lalu, saat istri dan anak Maruge dibunuh. Maruge berusaha tak menunjukkan agar tentara tak mengetahui ia istri dan anaknya.

Tanya istri siapa dia,” bentak tentara kulit putih.

Tak berapa lama istri Maruge ditembak, anak pertama ditembak dan suara tangisan anak kedua lenyap setelah bunyi tembakan ketiga.

Maruge muda meraung-raung dan teriak.

Gambaran selanjutnya tentang Jane yang mengajar privat Maruge, ia tahu Maruge bagus dalam matematika tapi kesulitan membaca.

Adegan lain, Jane mendapat telepon ancaman. Lalu ada politikus datang ke sekolah mereka memuji Maruge, bahkan bertemu anak-anak dan membagi-bagikan permen pada anak-anak. Seeseorang yang datang bersama rombongan politikus tersebut Menuduh Jane menerima uang dari wartawan dan meminta bagian. Jane melepaskan paksa pegangan orang tersebut pada tangannya, kemudian menjauh.

Saat di rumah Jane menelepon Charles. Charles meminta Jane ke Nairobi namun ia menolak. Akhirnya Charles memutuskan untuk pulang, khawatir terjadi apa-apa dengan istrinya. Keesokan harinya di rumah bersama istrinya ia mendapat telepon gelap yang menyampaikan Jane memiliki hubungan gelap dengan seseorang tak lebih dari pelacur.

Adegan berikutnya di rumah Maruge yang didatangi para tetangga, para tetangga menuduh Maruge mendapat uang banyak dari wartawan dan mereka meminta bagian.

Seorang di antaranya ayah Kamau, Chege. Tak berapa lama, Chege kemudian membayar segerombolan pria untuk mengusir dan menakuti Maruge agar tidak lagi mengajar. Namun dengan gagah berani Maruge memukuli belasan pria dan mengusir mereka dengan tongkatnya.

Bagian lain, Maruge duduk dekat dengan Kamau.
Leher panjang perut gemuk diberi topi (Maruge ajari Kamau dengan menulis angka 5 di tanah menggunakan tongkat),” kata Maruge. Usaha Maruge berhasil, kamau berhasil menulis angka 5.

Selanjutnya Jane mendapat surat dipindah ke turkana, jarak turkana 300 mil dari lokasi mengajar semula.

Kau menderita karena aku ya,” tanya Maruge pada Jane.

Tidak ini pilihanku kami (dengan suami) terbiasa jauh. Suamiku di Nairobi,” kata Jane.

Saat perpisahan dengan murid-muridnya, Jane berbicara di depan para siswa.

Ibuku tidak terpelajar namun ia ingin aku lebih baik darinya. Aku ibumu kamu harus lebih baik dariku,” kata Jane.

Anak-anak bernyanyi dan memberikan berbagai hadiah, mulai dari bunga lukisan, kerajinan tangan dan sebagainya.

Maruge hanya berdiri di luar sekolah dengan mata berkaca-kaca. Ia kemudian pulang ke rumah seolah tak kuasa menyimpan kesedihan.

Hari berikutnya muncul kepala sekolah baru, disambut orangtua murid dengan riang gembira elu-eluan.
Namun anak-anak sudah merencanakan sesuatu, Kamau memimpin dan melempari kepala sekolah yang baru. Akhirnya kepala sekolah pulang.


Maruge pergi ke kota (Nairobi), membayar angkot dengan kambingnya. Di Nairobi banyak baliho dengan wajah Maruge sedang mengkampanyekan pendidikan.

Maruge ingin bertemu ketua dewan pendidikan, namun disuruh menunggu. Maruge nekat menerobos masuk, staf kantor lari-lari mengejar.

Maruge berhasil masuk ruang rapat ketua dewan pendidikan.

Ayahmu satu perkemahan (kamp penyiksaan inggris) denganku. Tanpa mereka kalian tak akan ada di sini. Aku membutuhkan guru yang baik,” kata Maruge.

Kamu sudah mendapatkan guru yang lain,” kata Ketua Dewan.

Maruge melepas baju dan menunjukkan luka-luka penyiksaan yang didaparkannya.

Inggris memberikan ini padaku mereka memecahkan tengkorakku. Mereka memotong jari kakiku. Kami telah belajar dari masa lalu kami, kita tidak boleh lupa. Bahwa kita harus lebih baik. Kita perlu guru yang bagus. Kita renggut apa yang kita tabur dari anak-anak. Bawa dia kembali (Jane), thank you,” kata Maruge.
Setelah bilang demikian Maruge lalu pergi.

Sampai rumah, Maruge berusaha membaca surat presiden tersebut tapi dia tak mampu.

Keesokan hari Jane kembali ke sekolah tersebut. Anak-anak bersorak gembira. Maruge datang menghampiri. “Selamat datang kembali,” kata Maruge kemudian memeluknya. Anak-anak berlarian memeluk Jane.

Hari berikutnya, saat jane sedang berdiskusi dengan Alfred, Maruge dating menghampiri.
Suratnya terlalu susah jadi kamu harus membacakannya,” ujar Maruge.

Silakan duduk, Alfred tolong bacakan,” kata Jane yang sudah membuka surat tersebut sekilas kemudian menyerahkan pada Alfred.

Alfred:
Tawanan hola camp nomor 4339”.

Atas nama Republik Kenya”.

Surat kami menginformasikan padamu bahwa kau telah diberikan kompensasi”. 

Untuk perawatan luka yang kau alamu selama di penjara saat koloni Inggris terjadi

Di kemah hola 1951-1953. Kemah Lang'ata dari 1953-1955. Kemah Manyani dari 1955-1957.
Kemah Embakasi 1957-1959.

Masih banyak kemah penyiksaan lain yang dialami namun tak dibacakan.

Tercatat di sini, tahanan 4339 menderita perlakuan kejam dan tidak manusiawi karena dalam tahanan dia menolak melanggar sumpah kesetiaan. Dengan rasa terima kasih atas pengorbanan heroikmu. Dalam pembebasan negara kita. Yang terhormat Presiden Republik Kenya.”

Jane meneteskan air mata.

Kami di sini karena kamu Maruge. Mari kita pergi Maruge
,” kata Jane.

Kimani Ng'ang'a Maruge (1920-2009) memegang rekor dunia Guinnes menjadi orang tertua yang memulai pendidikan. Dia tercatat di PBB New York menjadi pemimpin simbol kekuatan pendidikan

Maruge menginspirasi seluruh generasi baru untuk ke sekolah pertama kalinya.

Suara penyiar radio”

Pendudukku, guruku, guruku, wow!
Sekarang telah menyebar secara resmi
Bahwa kimani telah berhasil ke amerika serikat berkat usahanya sendiri.
Bicara pada PBB, bicara pada politikus.
Ini sukar dipercaya, aku bahkan tidak bisa ...... Maruge bicara di Amerika serikat?
Ka tahu, aku tidak akan mulai mempercayai bahwa suatu hari orang Kenya. Akan datang ke White House.
Dan sekarang Kimani Maruge adalah kepala sekolah dunia. Ya kita bisa!!!”

THE END

No comments