Breaking News

Ini Alasan Mukuan Tinggalkan PNS untuk Menjadi Petani


Oleh : Robertus Rimawan

Foto Robertus Rimawan - Novy Mukuan memilih menjadi petani daripada PNS.
ROBERTUSSENJA.COM - Menjadi petani mungkin tak menunjukkan kebanggan dibanding pekerjaan lain, namun berbeda dengan Novy Mukuan (50), ayah dua anak ini lebih memilih menjadi petani daripada menjadi PNS.

Mukuan pilih meninggalkan pekerjaan sebagai honorer di sebuah Balai Perikanan Tatelu beberapa tahun lalu. Rekan-rekan seangkatan sudah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), tapi ia memilih meninggalkan profesi PNS dan menjadi petani seperti ayahnya.

“Bila dihitung penghasilan saya melebih gaji pegawai, lihat saja, saya jual terung, per hari laku 150 ikat tiap ikat Rp 2 ribu,” kata Mukuan.

Selain itu ia juga masih bisa menjual pare yang yang laku 100 ikat tiap ikatnya seharga Rp 5 ribu. Pepaya bisa laku 60 biji, tiap biji juga bernilai Rp 5 ribu, dan kacang panjang seharga 100 ribu tiap hari.
Foto Robertus Rimawan - Mukuan juga menjajakan langsung hasil kebunnya selain diborong oleh pedagang.

Bila dihitung penghasilannya bisa mencapai sekitar Rp 1 juta perhari. Pemilik sekitar 5 hektar lahan ini, memiliki dua buruh tani yang membantunya.

Penghasilannya, bisa untuk menyekolahkan anaknya hingga lulus kuliah dan anak keduanya masih di tingkat SMA.

“Banyak yang beranggapan menjadi pegawai lebih sejahtera, padahal tidak, lihat saja gaji tetap, sedangkan saya petani saya bisa mengolah tanah dan hasilnya dijual,” ujarnya.

Selama ini Mukuan menerapkan pertanian tradisional, menggunakan pupuk kandang,dan mencoba membuat bibit sendiri.

Menurutnya, bibit yang buatan sendiri lebih bagus, dan bisa menghasilkan bibit selanjutnya.

“Bibit yang beli hanya bisa sekali pakai, saya coba, dengan menyemai biji hasil panen, ternyata tak bisa,” ujarnya.

Harapan Mukuan saat ini, ada mahasiswa atau akademisi yang membantu pertaniannya, sehingga bisa menghasilkan pertanian lebih optimal.

“Bagus kalau ada mahasiswa yang magang, bisa saling tukar ilmu. Hingga saat ini saya petani mandiri, tak pernah ada bantuan, tak ada penyuluh pertanian, semua sendiri,” ujarnya.

Mukuan kini memiliki 4 ribu pohon pepaya yang menghasilkan buah unggul, serta beberapa tanaman lainnya.

Ia mengaku menghindari tanaman tomat, karena harga tomat tak stabil, berbeda dengan sayur lain seperti pare atau terung.

“Saat ini memang mahal, karena banyak tomat yang busuk akibat banyak curah hujan, tapi nanti kalau musim kemarau dan panen tomat melimpah, harga pasti anjlok,” imbuhnya.

Mukuan merupakan satu contoh warga yang berani untuk bertani, dan bisa menghasilkan banyak uang untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Tiap jengkal tanah menurutnya berkah bila, mau keluarkan keringat. Ia pun membuktikan filosofinya tersebut, dari keringat yang ia keluarkan untuk merawat tanaman, Mukuan menjadi pahlawan bagi keluarga. (*)

No comments