Breaking News

Tragedi Sukhoi Pupuskan Janji Steven

Oleh : Robertus Rimawan

Foto Robertus Rimawan - Nia Tiwatu anak pertama Steven Kamagi menyesal tak bisa bertemu ayahnya dua minggu lalu saat sang ayah berada di Manado.

ROBERTUSSENJA.COM - Kecelakaan pesawat Sukhoi bukan hanya merenggut puluhan nyawa namun juga memupuskan harapan serta kebahagiaan keluarga dan kerabat-kerabat korban. Banyak kisah dibalik tragedi tersebut namun takdir Tuhan tak bisa diubah, hanya pasrah dan menunggu setitik mukjizat. Hal tersebut yang dirasakan Melisa Nia Tiwatu (21). Mahasiswi semester VIII Fakultas Ekonomi STIE Eben Haezer ini tak kuasa menahan kesedihan bila mengingat kenangan bersama ayahnya Steven Kamagi, Sabtu (12/5/2012).

Bila gadis lain telah bersama dengan ayahnya sejak kecil, Nia berbeda. Ia kurang beruntung karena pernikahan mamanya Aiko Tiwatu dan Steven tak berjalan mulus, ada persoalan rumah tangga yang mengharuskan mama dan ayahnya berpisah. Ia pun harus tinggal dengan kakak Mamanya, Vera Tiwatu sejak usia tiga tahun hingga sekarang. Kini mamanya telah membangun keluarga baru, demikian dengan ayahnya Steven Kamagi.

Saat ditemui penulis di kediaman tantenya, Teling Atas Lingkungan 3, nomor 72, Kecamatan Wanea, Nia mengaku sejak kecil merindukan sosok ayahnya. Beberapa kali sang ayah datang saat ia kecil, namun ia belum menyadari. Setelah usia 18 tahun sekitar tahun 2008 saat Nia beranjak dewasa, ia baru mengenal sosok Steven.

"Saat itu saya baru merasakan kasih sayang seorang papa, masa lalu biarlah masa lalu, saya tak menyalahkan perpisahan mama dan papa yang penting saat ini masing-masing telah memiliki keluarga dan kami bersama bisa menjalin komunikasi dengan baik," ujarnya. Terhitung baru 3 tahun ia merasakan kehadiran ayahnya, namun takdir berkata lain, tragedi sukhoi memisahkan mereka.

"Saya menyesal kenapa dua minggu lalu saat berada di Manado, saya tak bisa berjumpa dengan papa. Bila tahu seperti ini bagaimanapun caranya saya harus bertemu, bila perlu saya cari," katanya. Air mata langsung menetes, butuh beberapa waktu ia meredakan kesedihannya. Berkali-kali tangan mungil Nia mengusap air mata yang seolah enggan berhenti mengalir.

Kepedihannya sangat dalam, ia menyesal dengan kondisi tersebut. Nia seolah tak percaya, karena dua minggu lalu ketika ayahnya tak bisa menemui Nia, sang ayah berjanji akan menemuinya sekitar tanggal 30 Mei nanti. "Tapi ternyata tak bisa, Tuhan lebih sayang papa," katanya. Bagaikan gerimis yang tak terhenti, air matanya kembali mengalir, Nia seolah tak percaya dengan kondisi tersebut.

Foto Robertus Rimawan - Nia Tiwatu (baju putih) bersama keluarga dan kerabatnya.

Selama ini ia tak mendapat firasat apa-apa, namun saat latihan paduan suara gereja malam harinya, di hari terjadinya kecelakaan tersebut Rabu (6/5), Nia merasa gelisah. Perasaannya tak nyaman, namun ia tak tahu apa penyebabnya. Saat pagi ia menonton berita di televisa terkait kecelakaan tersebut perasaannya kembali tak enak. "Jangan-jangan papa saya ada di sana, soalnya sehari sebelum kejadian di status BBM (BlackBerry Messenger) papa tertulis di Halim (Bandara Halim Perdanakusuma)," jelasnya.

Dan benar, siangnya ia mendapat telepon dari mama kandungnya yang berada di Timika Papua, diduga sang ayah berada di dalam pesawat yang kecelakaan. Ia hanya bisa menangis dan sedih, karena ia baru merasakan kehadiran dan kasih sayang sang ayah. Meski jarang bertemu, hampir tiap hari selalu komunikasi melalui telepon maupun BBM. Ia tak bisa lupa, sang ayah selalu mengingatkannya untuk kuliah yang rajin dan segera wisuda, dan rencananya Steven akan mencarikan pekerjaan yang tepat sesuai basic keilmuan anaknya di Jakarta.

Namun keinginan tersebut pupus, demikian juga janji bertemu dan jalan-jalan di akhir bulan Mei tak bisa ditepati Steven. Kini hanya sedikit harapan dan mukjizat, Nia terus berdoa agar sang ayah bisa selamat dari kecelakaan tersebut. "Papa selalu bilang sayang sama Nia, selalu mengingatkan agar melakukan yang terbaik, namun ternyata hanya sampai di sini," jelasnya terbata. Mata Nia sembab, hidung memerah karena usapan tangan untuk menghapus air matanya.

Saat ini, kakek dan Neneknya masih di Jakarta untuk menunggu berita tentang ayahnya. "Saya tetap akan ke Jakarta nanti bila sudah ada kepastian, rencananya papa akan dimakamkan di Jakarta agar Tante Anna (istri di pernikahan kedua Steven atau ibu tiri Nia) bisa lebih dekat menengok," katanya. Meski ada keinginan dari kakek dan neneknya, Steven bisa dimakamkan di Tondano di tanah kelahirannya mengingat keluarga besar ada di sana.

Steven Hanya Diajak

Terkait perjalanan menggunakan pesawat Sukhoi Superjet 100 menurut Nia, sang ayah hanya diajak oleh temannya. Raymond Mandey teman ayahnya urung berangkat karena terlambat. Raymond menurut Nia juga ikut diajak dalam uji coba penerbangan pesawat buatan Rusia tersebut. Nia mengaku tak menyalahkan siapapun dalam peristiwa ini karena semua merupakan takdir Tuhan.

Kondisi ini justru menguatkan Nia untuk segera lulus kuliah. "Saya ingin membuat papa bahagia di surga, saya ingin segera lulus, papa pasti bangga," katanya. Matanya bersinar, senyumnya tersungging meski ada kepedihan dibaliknya. Ia berjanji akan melakukan yang terbaik untuk masa depannya dan tak lupa mendoakan agar jalan sang ayah dilapangkan.

No comments